Khutbah

Khutbah Jumat: Meneladani Sikap Nabi terhadap Wabah

Kam, 30 September 2021 | 00:00 WIB

Khutbah Jumat: Meneladani Sikap Nabi terhadap Wabah

Khutbah Jumat: Meneladani Sikap Nabi terhadap Wabah

Materi khutbah Jumat kali ini mengajak kita untuk senantiasa meneladani sikap Nabi Muhammad khususnya ketika menghadapi wabah. Kita harus menyadari dan meyakini jika musibah merupakan bagian dari ketentuan Allah atas kehidupan ini. Selebihnya, kita juga perlu introspeksi (muhasabah) atas berbagai perilaku salah kita.

 

 

Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Meneladani Sikap Nabi terhadap Wabah". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)


 

Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ

أَمَّا بَعْدُ،  فَيَا آيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ  فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ:  قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ (التوبة: ٥١)

 

Jamaah sidang khutbah Jumat hafidhakumullah,
Pada kesempatan yang penuh berkah ini, khatib mengingatkan diri sendiri dan hadirin sekalian untuk senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah swt; menjalankan seluruh perintah dan menghindari seluruh larangan-Nya; juga senantiasa berusaha menghadirkan Allah dalam tiap kesadaran dan gerak-gerik kita.


Jamaah sidang khutbah Jumat yang semoga dirahmati Allah,
Banyak jalan bagaimana musibah itu hadir di tengah-tengah manusia, termasuk wabah virus Corona sebagaimana yang kita alami sekarang ini. Sebagian peneliti menilai, SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 muncul akibat tindakan semena-mena manusia terhadap satwa liar (kelelawar). Satwa liar memang dikenal menjadi sumber penyakit menular baru.


Namun demikian, bagaimanapun saat peristiwa ini telah terjadi, kita mesti meyakininya sebagai bagian dari ketentuan Allah atas kehidupan ini. Selebihnya, kita perlu introspeksi (muhasabah) atas berbagai perilaku salah kita. Al-Qur'an surat at-Taubah ayat 51 mengingatkan:


قُلْ لَّنْ يُّصِيْبَنَآ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَنَاۚ هُوَ مَوْلٰىنَا وَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ (التوبة:٥١)


Artinya, "Katakanlah (Muhammad), 'Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.


Jamaah sidang khutbah Jumat hafidhakumullah,
Wabah bukanlah peristiwa yang sama sekali baru. Wabah memiliki sejarah panjang dengan tingkat bahaya yang beragam. Peristiwa wabah penyakit juga terjadi pada zaman Nabi Muhammad dan para sahabat. Artinya, jika kita kini merasakan penderitaan akibat pandemi, sadarlah bahwa pengalaman serupa juga pernah dialami orang-orang paling saleh pada zamannya. Wabah tha'un (penyakit sampar, pes, lepra) pernah menyerang masyarakat Arab ketika itu dan menelan korban jiwa.


Lalu, apa yang dilakukan orang-orang mulia itu ketika wabah menimpa?


Sikap paling jelas dari Rasulullah saat menghadapi wabah adalah imbauan beliau kepada para sahabatnya untuk menghindari daerah-daerah yang masuk zona penyakit. Hal ini terekam salah satunya dalam hadits sahih riwayat Imam al-Bukhari berikut ini:


عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ ﷺ  أَنَّهَا أَخْبَرَتْنَا أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُوْلَ اللهِ ﷺعَنِ الطَّاعُوْنِ فَأَخْبَرَهَا نَبِيُّ اللهِﷺ أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ فَجَعَلَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ فَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَقَعُ الطَّاعُوْنَ فَيَمْكُثُ فِيْ بَلَدِهِ صَابِرًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَنْ يُصِيْبَهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيْدِ


Artinya, “Dari Sayyidah Aisyah ra, ia mengabarkan kepada kami bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw tentang tha‘un, lalu Rasulullah saw memberitahukannya, ‘Zaman dulu tha’un adalah azab yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Tiada seorang hamba yang sedang tertimpa tha’un, kemudian menahan diri di negerinya dengan bersabar seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid,’” (HR al-Bukhari).


Jamaah sidang khutbah Jumat hafidhakumullah,
Hadits ini setidaknya menjelaskan tentang dua hal penting. Pertama, tentang fakta wabah penyakit yang bisa berfungsi sebagai azab dan bisa sebagai rahmat. Untuk konteks saat ini, dua hal ini bisa dibaca sebagai buah dari sikap manusia terhadap wabah. Wabah berstatus sebagai azab ketika disikapi dengan kekufuran, kezaliman, kesombongan, dan laku maksiat lainnya. Sebaliknya, wabah menjelma menjadi rahmat saat direspons dengan bijak dan penuh kesabaran yang menjadi ciri-ciri sikap kaum beriman.


Wabah bisa menimpa siapa saja, baik mukmin maupun bukan; orang-orang saleh maupun para pendosa. Namun, masing-masing dari mereka bisa berbeda dalam menyikapi wabah dan saat itulah mereka secara tidak langsung sedang ikut menentukan, apakah wabah ini menjadi rahmat (kasih sayang) atau azab (siksa). Sebagaimana ujian sekolah, ia diciptakan agar siswa semakin giat belajar dan bersiap menyongsong kenaikan kelas. Begitu juga dengan musibah, ia diciptakan untuk menguji hamba untuk "naik kelas" sebagai mukmin sejati.


Kedua, tentang sikap yang dianjurkan Rasulullah dalam merespons wabah. Dalam hadits yang disebut tadi, Rasulullah menyebut dua sikap positif, yakni (1) mengisolasi diri sementara dan (2) sabar dalam kesadaran penuh bahwa Allah penentu segala sesuatu. Jika dua sikap ini diterapkan maka ganjaran yang diperoleh setara dengan ganjaran orang mati syahid.


Jika dicermati, sikap pertama yang disarankan Rasulullah dalam hadits itu tak lain adalah dorongan untuk senantiasa berikhtiar. Beliau secara terang-terangan menyuruh para sahabat untuk menahan diri di daerah setempat, yang berarti pula melarang mereka memasuki zona penularan penyakit.


Anjuran karantina diri saat wabah juga tercantum dalam hadits lain:


فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ ، فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا ، فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ وقَالَ أَبُو النَّضْرِ : لَا يُخْرِجُكُمْ إِلَّا فِرَارٌ مِنْهُ


Artinya: "Jika kalian mendengar ada wabah tha’un di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah tha'un itu ada di negeri kalian, janganlah keluar dari negeri kalian karena menghindar dari penyakit itu” (HR Muslim).


Yang menarik, aspek ikhtiar lahiriah ini disebut pertama kali oleh Nabi, baru kemudian menekankan bahwa ikhtiar itu mesti dibersamai dengan sikap sabar dan berserah diri kepada ketentuan Allah. Tentu tidak semua wabah membutuhkan karantina diri, sebagaimana tha'un dan Covid-19. Tapi poin pokok dari hadits Nabi itu adalah adanya upaya aktif manusia untuk menanggulangi penyakit, tidak semata pasif menunggu keajaiban datang sendiri meskipun dibungkus dengan pengakuan tawakal atau semacamnya.


Ikhtiar untuk mencegah segala hal yang mudarat adalah bagian dari pelaksanaan syariat yang wajib dilakukan seorang hamba. Manusia dibekali naluri mempertahankan diri dan akal untuk kelangsungan hidupnya. Melakukan mitigasi bencana, mengarantina penularan virus, atau hidup higienis adalah bagian dari cara mensyukuri anugerah tersebut. Dan yang mesti dicatat pula, sebagaimana pesan Nabi, berbagai ikhtiar tersebut mesti beriringan dengan kesabaran dan keyakinan bahwa Allahlah yang menentukan siapa yang bakal terkena musibah.


Semoga Allah menancapkan keimanan pada diri kita semua sekuat-kuatnya, sembari menjauhkan kita dari sikap sembrono, angkuh, dan meremehkan ujian-ujian yang datang dari-Nya.


  بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَاإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إلىَ رِضْوَانِهِ.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا


أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.  اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


  اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.  اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Mahbib Khoiron, Redaktur Keislaman NU Online

 


Baca naskah khutbah lainnya: