Khutbah

Khutbah Jumat: Mempererat Tali Persaudaraan

Sel, 10 Agustus 2021 | 23:00 WIB

Khutbah Jumat: Mempererat Tali Persaudaraan

Mempererat tali persaudaraan

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِالْإِصْلَاحِ، وَحَثَّنَا عَلَى الصَّلَاحِ، وَبَيَّنَ لَنَا سُبُلَ الْفَلَاحِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

 

أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ عِبَادَ اللهِ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ تَعَالَى: فَاتَّقُوا اللهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ


Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh
Allah swt telah memerintahkan manusia untuk memperkuat tali persaudaraan, sebagaimana digambarkan dalam firmanNya:


ضُرِبَتْ عَلَيْهِمْ الذِّلَّةُ أَيْنَمَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللهِ وَحَبْلٍ مِنْ النَّاسِ. (آل عمران: 112)


Artinya, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali hubungan kepada Allah dan tali hubungan dengan manusia.” (Surat Ali Imran ayat 112).


Dalam konteks persaudaraan, ayat tersebut mengindikasikan bahwa manusia tidak akan diliputi kehinaan dalam hidupnya sepanjang menjalin hubungan baik dengan saudaranya, satu dengan lainnya. 


Dalam arti sempit, saudara yang dimaksud adalah anggota keluarga, baik laki-laki atau perempuan, yang lebih muda atau lebih tua, yang seibu dan/atau seayah, (yang berupa orang tua kandung, tiri, atau angkat) dengan seseorang. Saudara yang lebih tua disebut kakak, sedangkan yang lebih muda disebut adik. Dalam pengertian yang lebih luas saudara bermakna sebagai sanak famili, karib kerabat, yaitu orang yang dekat atau bertalian secara kekeluargaan dengan seseorang. Dalam lingkungan sosial, saudara bisa bermakna sebagai seseorang yang satu pandangan dan satu tujuan, yang merujuk pada sahabat dekat atau saudara senasib seperjuangan. Dari berbagai makna persaudaraan tersebut, secara psikologis hubungan saudara sekandung merupakan hubungan yang bertahan paling lama dan paling berpengaruh dalam kehidupan seseorang. Sebab hubungan saudara sekandung memberikan kesempatan kontak fisik dan emosional yang terus-menerus, bahkan pada masa-masa kritis, termasuk ketika dalam musibah seperti yang kita alami saat ini.


Di dalam Islam ikatan persaudaraan dikenal dengan persaudaraan antarketurunan (ukhuwah nasabiyah), persaudaraan sesama manusia (ukhuwah basyariyah), persaudaraan setanah air (ukhuwah wathaniyah), dan persaudaraan seagama (ukhuwah Islamiyah). Hal ini sebagaimana firman-Nya:


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ، وَاتَّقُوا اللهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


Artinya, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Surat al-Hujurat ayat 10).


Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh
Dalam berbagai hadits, Rasulullah saw menjelaskan perumpamaan-perumpamaan yang menggambarkan keutamaan orang mukmin dan persaudaraannya, di antaranya: 

 

Pertama, persaudaraan orang mukmin dengan mukmin lainnya itu seperti bangunan:


الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا. (رواه مسلم)


Artinya, “Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” (HR Muslim)


Kerjasama adalah kunci merajut kebersamaan. Tidak egois dan merasa diri paling penting dan berjasa. Gotong royong dan tenggang rasa merupakan sikap mukmin yang harus dibangun memperkuat persaudaraan.


Kedua, persaudaraan orang mukmin dengan mukmin lainnya itu seperti cermin:


اَلْمُؤْمِنُ مِرَآةُ أَخِيْهِ، إِذَا رَأَى فِيْهَا عَيْبًا أَصْلَحَهُ. (رواه البخاري في الأدب المفرد)


Artinya, “Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Jika dia melihat suatu aib pada cermin itu, maka ia memperbaikinya.” (HR al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad).


Cermin adalah tempat untuk mengetahui apa yang sudah baik dan apa yang masih belum sempurna. Kebaikan yang ada semoga menjadi teladan bagi saudara. Sedangkan kekurangan atau keburukan menjadi gambaran bagi diri sendiri untuk memperbaiki diri dan pelajaran bagi saudara lain agar tidak menirunya


Ketiga, orang-orang mukmin itu seperti lebah: 


مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ مَثَلُ النِّحْلَةِ، إِنْ أَكَلَتْ أَكَلَتْ طَيِّبًا، وَإِنْ وَضَعَتْ وَضَعَتْ طَيِّبًا، وَإِنْ وَقَعَتْ عَلَى عُودِ شَجَرٍ لَمْ تَكْسِرْهُ. (رواه البيهقي)


Artinya, “Perumpamaan orang-orang mukmin seperti lebah, apabila makan maka ia akan memakan suatu yang baik, apabila mengeluarkan sesuatu ia pun akan mengeluarkan sesuatu yang baik, dan apabila hinggap pada sebuah dahan untuk menghisap madu ia tidak mematahkannya.” (HR al-Baihaqi).


Orang mukmin mampu menempatkan diri pada posisinya. Orang jahat akan meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Orang mukmin hanya melakukan yang baik-baik, makan yang baik dan berkata yang baik. Apapun keadaannya, ia akan berusaha melakukan yang baik-baik, terlebih kepada saudaranya.


Keempat, orang mukmin itu seperti tanaman:


مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الزَّرْعِ لاَ تَزَالُ الرِّيحُ تُمِيلُهُ وَلاَ يَزَالُ الْمُؤْمِنُ يُصِيبُهُ الْبَلاَءُ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ شَجَرَةِ الأَرْزِ لاَ تَهْتَزُّ حَتَّى تَسْتَحْصِدَ. (رواه مسلم)


Artinya, “Perumpamaan seorang mukmin seperti tanaman (biji-bijian seperti padi, jelai dan semisalnya), angin selalu menggoyang-goyangkannya, dan seorang mukmin senantiasa mengalami cobaan; sedangkan perumpamaan orang munafik seperti pohon Aras yang kuat tidak pernah tidak bergoyang (karena diterpa angin) sampai masuk waktu dipanen.” (HR Muslim)


Ujian dalam kehidupan adalah sebuah keniscayaan. Suka dan duka akan mengitari kehidupan. Namun persaudaraan tetap tegar, sabar dan tawakkal. Tidak ada ujian tanpa jalan keluar. Tidak ada kesusahan tanpa penawar kebahagiaan. Ke kanan atau ke kiri, berada di atas atau bawah, seorang mukmin akan tegar menghadapi ujian hidup.


Kelima, orang mukmin itu seperti pohon kurma:


مَثَلُ الْمُؤْمِنِ مَثَلُ النِّخْلَةِ، مَا أَخَذْتَ مِنْهَا مِنْ شَيْءٍ نَفَعَكَ. (رواه الطبراني)

 

Artinya, ”Perumpamaan seorang mukmin itu seperti pohon kurma, apapun yang Kamu ambil darinya pasti bermamfaat bagimu.” (HR at-Thabarani).


Orang mukmin adalah orang yang punya konstribusi besar kepada sesama. Apapun akan ia lakukan asal itu untuk kebaikan bagi orang lain dan tidak melanggar perintah Allah swt. Keberadaan seorang mukmin bermanfaat bagi saudara-saudaranya.


Keenam, orang mukmin itu seperti emas: 


مَثَلَ الْمُؤْمِنِ مَثَلَ سَبِيْلَةِ الذَّهَبِ، إِنْ نَفَخَتْ عَلَيْهَا اَحَمَرَتْ، وَإِنْ وَزَنَتْ لَمْ تَنْقُصْ. (رواه البيهقي)


Artinya, “Perumpamaan seorang mukimin seperti batangan emas, kalau Engkau meniupkan (api) padanya  maka ia menjadi merah, kalau Engkau menimbangnya maka tidak berkurang.” (HR al-Baihaqi).


Menjadi mukmin seumpama menjadi emas, kokoh, tidak luluh dan menyerah dengan keadaan. Ia kokoh berpijak di atas kebenaran, tidak melebur dan mengikuti arus begitu saja. Namun ia punya prinsip yakni objektif dalam kebenaran sehingga tidak memihak kepada saudara yang salah.


Ketujuh, orang mukmin itu seperti tubuh:


مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى. (رواه مسلم)


Artinya, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR Muslim)


Orang mukmin bagaikan satu tubuh utuh yang kalau sakit salah satu organnya, yang lain pun merasa sakit. Kaki terluka akan menyebabkan tubuh meriang dan kepala pusing. Bila saudara menderita kesulitan, maka yang lainnya juga merasakannya. Itulah makna persaudaraan yang sesungguhnya. Islam mendorong umatnya untuk menerjemahkan ikatan tali persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaikan sebuah kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Suka-duka dilalui bersama. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Sikap saling memiliki merupakan sikap persaudaraan sejati.


Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh
Betapa indahnya, Islam menuntun manusia dalam merajut tali persaudaraan. Untuk menerapkannya, tentu tak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Biar pun rambut sama hitamnya, tetapi rasa persaudaraan memang berlainan. Berdasarkan teori psikologi sosial "attachment theory" yang dikemukakan oleh Bowlby dijelaskan, kelekatan persaudaraan yang kuat akan memberikan sumbangan dalam kesuksesan perkembangan sosial dan penyesuaian diri yang sehat. Sebaliknya, konflik persaudaraan mendatangkan kerugian yang tak terelakkan. Hubungan persaudaraan mengahruskan adanya kehangatan (warmth) yang ditandai dengan kedekatan, kasih sayang, kekaguman, dukungan moril-materil, penerimaan dan pengetahuan akan pentingnya persaudaraan. Sebaliknya, konflik yang terjadi, biasanya ditandai dengan adanya pertengkaran, kompetisi, dominasi, serta persaingan dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan. 


Dalam hal ini ada kalimat perumpamaan yang sangat relevan: “Kun kal yadaini, wa laa takun kal udzunaini” (Jadilah seperti kedua tangan dan jangan menjadi seperti kedua telinga). Jadilah seperti kedua tangan kita, yakni kanan dan kiri. Masing-masing tangan punya tugas sendiri-sendiri. Tangan kanan, kita gunakan untuk melakukan hal-hal yang baik, seperti makan, minum, berjabat tangan, mempersilahkan, menulis, atau mungkin dalam menunjukkan sesuatu; sedangkan tangan kiri biasanya kita gunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan barang kotor dan terkena najis. Ketika kita sedang berjalan, tangan melambai bergantian. Saat kita melangkahkan kaki kiri, tangan kanan kita di depan dan tangan kiri di belakang. Begitu juga sebaliknya. Bila kedua tangan sedang beristirahat, keduanya bersedekap, kehangatan terasa. Kala kedua tangan sama-sama berupaya mengangkat suatu barang, maka kekuatan tercipta. Ketika satu tangan terluka, tangan yang satunya sanggup mengobatinya. Jari manis di tangan kananpun juga tidak pernah iri ketika saat jari manis tangan kiri mendapatkan cincin pernikahan. Bagaimana dengan perumpamaan kedua telinga? Sehingga kita tidak boleh menjadi seperti kedua telinga?

 

Janganlah menjadi seperti dua telinga. Telinga kanan dan kiri, keduanya ada di kepala. Meskipun ada di satu tempat yang sama, sama-sama di kepala, telinga tidak pernah berjumpa satu sama lainnya. Telinga sering berebut untuk menangkap suara. Telinga tidak saling membantu. Ketika telinga kanan menghadap ke arah timur, maka telinga kiri menghadap ke arah barat. Jika telinga kiri menghadap ke arah selatan, telinga kanan pun menghadap ke arah utara. Janganlah kita seperti kedua telinga, ketika kita dalam persaudaraan, tidak kompak, suka berselisih padahal memiliki hubungan yang dekat. Berkaitan hal tersebut Allah swt mengingatkan kita dengan firman-Nya:


وَلَوْ شَاءَ اللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ، فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ، إِلَى اللهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ. (المائدة: 48)


Artinya, “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat [saja], tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian-Nya kepada kalian, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kalian semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian perselisihkan itu.” (Surat al-Maidah ayat 48).


Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh
Sungguh ajaran Islam telah menanamkan benih-benih persaudaraan yang dapat menghasilkan manfaat yang dahsyat, baik duniawi maupun ukhrawi. Keimanan seseorang diukur dengan pembuktian sejauh mana seorang mukmin bisa mencintai saudaranya. Hal ini dipertegas Rasulullah saw yang berbunyi:

 

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ. (متفق عليه)


Artinya, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR al-Bukhari dan Muslim).


Orang yang menyadari fadhilah atau keutamaan bersaudara akan mendapat keberkahan dari persaudaraan itu sendiri. Sebaliknya orang yang mengabaikan pentingnya merawat tali persaudaraan akan mendatangkan keburukan-keburukan di dalam hidupnya. Persaudaraan yang erat akan mendatang harmoni dalam konteks keluarga, persaudaraan yang kuat akan menciptakan rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) yang solid secara sosial. Persaudaraan yang kuat akan mendatang persatuan dan kesatuan bangsa. Pun juga ukhuwah Islamiyyah yang kokoh akan mendatangkan peradaban dan kemajuan umat Islam di dunia. Rasulullah saw bersabda:


يَدُ اللهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ. (رواه الترمذي)


Artinya, “Penjagaan Allah berada di atas kebersamaan.” (HR at-Tirmidzi).


Semoga khutbah yang ini bermanfaat untuk memperkuat tali persaudaraan di antara kita semua. Amin.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

 

 

 

Khutbah Kedua

 

اَلْحَمْدُ لِلهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاآ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إِلىَ رِضْوَانِهِ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


أَمَّا بَعْدُ، فَيآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النِّبِيِّ يآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلْاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلِّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ


عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

 

 

Ustadz Rakimin Al-Jawiy, Dosen Psikologi Islam UNUSIA dan UIN Jakarta