Chongqing, NU Online
Meskipun Cina bukan mayoritas muslim, pemerintah Cina memberikan kebebasan ruang dan waktu semua aktivitas keagamaan, selama tidak menyalahi aturan yang berlaku.
Hal tersebut dibuktikan sendiri oleh Waki Ats-Tsaqafi, salah seorang Nahdliyin yang tengah studi di Chongqing, Cina. Meskipun kuliah tidak libur, ia dan rekan-rekannya diizinkan untuk merayakan dan melaksanakan shalat Id.
"Kami tetap pergi ke masjid dengan terlebih dahulu izin. YaĀ Ā Alhamdulillah diperbolehkan, betapa senangnya kami, karena bisa melaksanakan shalat Id dan merayakan Hari Kemenangan bersama warga lokal ataupun warga internasional," tulis Waki melalui akun Facebooknya pada Sabtu (8/6).
Banyak orang berpikir bahwa Cina tidak bersahabat dengan Islam. Tetapi nyatanya tidak seperti itu. Umat Islam di Cina, katanya, dengan khidmat melaksanakan ibadah, tak terkecuali shalat id.
"Umat muslim, baik warga lokal maupun warga negara asing, melangsungkan salat id di Masjid Kota Chongqing. Masjid satu-satunya di Kota Chongqing ini dipenuhi oleh ribuan jemaah," lanjutnya.
Antusiasme umat Islam untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di Cina, menurutnya, sangat luar biasa sehingga luber. Biasanya untuk shalat Masjid ini hanya menggunakan lantai 15 saja. Tetapi ketika shalat Idul Fitri, masjid ini juga menggunakan lantai 14.
Waki menjelaskan bahwa proses shalat Id di sana sedikit berbeda. Sebelum shalat dimulai, Ketua Asosiasi Muslim Chongqing Imam Ismail Ma Yunfeng melakukan ceramah dengan bahasa Mandarin. "Ini bukan khutbah karena khutbah juga ada setelah shalat dengan menggukanan bahasa Arab," terangnya.
Seperti di Indonesia, setelah proses shalat Idul Fitri, tepatnya setelah khutbah, para jamaah muda dan tua saling bersalaman satu dengan yang lain.
Selain itu, sebagaimana di Indonesia, umat Muslim Cina juga melangsungkan acara silaturahim dan menyantap hidangan bersama usai shalat id.
"Sebenarnya, kami warga Indonesia diajak orang lokal untuk makan-makan di restoran dekat masjid, akan tetapi berhubungan dengan banyaknya warga Indonesia maka kami tidak enak sendiri untuk hadir," tulisnya.
Karenanya, warga Indonesia mengadakan makan-makan bersama di restoran bawah masjid. Hal tersebut membuat satu restoran penuh dengan orang Indonesia ditambah lima warga Thailand dan satu orang Togo. (Syakir NF/Muiz)