Internasional JURNAL DAI RAMADHAN

Dzikir Berjamaah Tentramkan Muslim di Roma

Sab, 24 Juni 2017 | 15:00 WIB

Sebagai seorang Muslim, hidup di negara yang umat Muslim-nya minoritas, membutuhkan emosional spiritual yang kuat. Salah-salah, bisa terbawa arus pergaulan ala Eropa, yang bisa jadi dilarang oleh aturan agama. Contohnya di Eropa, bermesraan di taman atau tempat terbuka dianggap hal biasa. Saya pun pernah menyaksikan sendiri di taman Villa Bhorghese, Roma.

“Bisa mengaji iqro sampai khatam, sudah bersyukur Alhamdulillah, Ustad. Apalagi kalau bisa membaca Al Qur’an dengan lancar dan menghafalkannya. Itu sih udah hebat banget,” ungkap Siti Rahayu, salah seorang Home Staff KBRI Roma. Ia asli Betawi dan PNS Kementrian Luar Negeri yang sebelumnya pernah bertugas di Melbourne, Australia.

Hal yang sangat dibutuhkan oleh Muslim Indonesia di Roma adalah nasihat-nasihat keagamaan yang menentramkan, menyejukkan hati, mencerahkan, dan menyentuh.
 
“Bukan nasihat yang membuat resah, menyinggung masalah politik antar negara, yang boleh jadi, ustadnya sendiri belum pernah berkunjung ke negara tersebut, dan akhirnya nasihat yang disampaikannya tidak menyentuh kepada jamaah yang mayoritas adalah Diplomat yang telah bertugas di berbagai negara,” kata Adnan, salah seorang staff KBRI di Roma. 

Menurut Adnan saat berceramah, berilah nasihat-nasihat yang menyejukkan dan sederhana. Jangan yang berat-berat, yang dasar saja dan meringankan.

Saat menjalankan tugas sebagai dai ambassador di Italia, sering saya menyampaikan tentang perlunya pengajian Al Qur’an khususnya untuk staff KBRI, dan umumnya untuk masyarakat muslim di Roma.
 
Saya mengamati dan mempelajari keadaan dan kebiasaan keagamaan di sini. Ternyata masalahnya adalah masih kurangnya tenaga pengajar Al Qur’an. Kasihan anak-anak yang tadinya sudah pernah bisa membaca Al Quran di Indonesia, sesampainya di Roma karena ikut orangtua, lama-kelamaan lupa. Paling tidak, ada guru pembimbing agar mereka bisa menjaga kemampuan membacanya. Syukur-syukur bisa melancarkan dan menghafalkannya.

Memang sekarang sudah ada pengajian di masjid Roma setiap minggu, yang dipandu oleh Ustad Adnan, tetapi masih belum bisa menutupi kebutuhan keagamaan Muslim Indonesia. Harus ada tambahan guru yang bersedia ditempatkan di sini untuk membimbing keagamaan dan mengajarkan bacaan Al Quran. Karena dengan agama, inshaallah hati akan tentram. Dan dengan bacaan Al Quran, hidup akan tenang. 

Selama di Roma, setiap bada sholat, sebelum mengisi kajian, saya biasakan untuk membaca dzikir bersama-sama. Semua membaca dengan suara yang lantang. Terdengar sekali keasyikkan membaca kalimat-kalimat dzikir tersebut. Memperbanyak istighfar, membaca tasbih, tahmid, takbir sebanyak 33 kali diakhiri dengan hauqolah, dilengkapi doa-doa memohon keberkahan dan kebaikan dunia akhirat. Bersama-sama jamaah mengaminkan.
 
Suasana semacam itu membuat kondisi terasa damai sekali, indah dan menyenangkan. Sepertinya inilah waktu yang paling berharga untuk menentramkan hati setelah disibukkan dengan pekerjaan yang menyita waktu.

Dzikir bersama seperti ini juga sangat dibutuhkan di tengah Muslim minoritas yang tidak pernah terdengar alunan murottal Al Quran. Bukan hanya sebagai bacaan yang menetramkan, tetapi ini juga sebagai bentuk pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak tentang doa-doa harian yang mereka hafalkan. Salah satunya adalah doa untuk orangtua. Allahummaghfilii waliwalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii sghiiroo.

Khumaini Rosadi, anggota Tim Inti Dai dan Media Internasional (TIDIM) LDNU, dan Dai Ambassador Cordofa 2017 dengan penugasan ke Roma, Italia.