Ilmu Tauhid

Sunnatullah dan Pola Pikir Ilmiah

Kamis, 5 Maret 2020 | 00:00 WIB

Sunnatullah dan Pola Pikir Ilmiah

Ilustrasi. (Foto: via LinkedIn)

Manusia memang rapuh. Itu sebabnya agama mengajarkan sikap tawakal yang di dalamnya mengandung arti kepasrahan. Salah satu kesombongan Firaun adalah tidak ada sikap tawakal dalam dirinya. Dia merasa mampu mengontrol kehidupan ini hingga dia mengaku sebagai tuhan. Kebetulan pula, dijelaskan, bahwa dia tidak pernah sakit.
 
Tawakal adalah kesadaran bahwa dalam hidup ini ada hukum (sistem) yang berlaku di luar kehendak manusia. Dalam agama, hukum ini disebut dengan Sunnatullah. Sunnatullah inilah yang sangat disadari oleh Nabi Yusuf AS hingga dia mengajarkan masyarakat Mesir untuk menanam dan mengetam dengan baik.

Semuanya berawal dari perkataan raja saat itu (kepada para pemuka kaumnya), "Sungguh aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus; tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai orang-orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi." (Surat Yusuf ayat 43).

Mereka menjawab, "(Itu) mimpi-mimpi yang kosong dan kami tidak mampu menakwilkan mimpi itu." (Surat Yusuf ayat 44).

Lalu orang yang selamat di antara mereka berdua berkata dan teringat  (kepada Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya, "Aku akan memberitahukan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu. Karenanya utuslah aku (kepadanya)," (Surat Yusuf ayat 45).

"Wahai Yusuf, orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) hijau dan (tujuh tangkai) lainnya kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui." (Surat Yusuf ayat 46).

Yusuf berkata, "Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.” (Surat Yusuf ayat 47).

“Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun-tahun sulit), kecuali sedikit apa (bibit gandum) yang kamu simpan.” (Surat Yusuf ayat 48).

“Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur)." (Surat Yusuf ayat 49).

Mereka diajarkan bersikap irit untuk menghadapi masa paceklik yang akan datang selama tujuh tahun. Dengan demikian, masyakarat Mesir terhindar dari bahaya kelaparan.

Menghadapi berbagai tantangan kesehatan dan bencana di masa kini, tidak ada cara selain terus mengembangkan pola pikir ilmiah dan sikap positif: saling mendukung dan saling menguatkan agar tidak merasakan takut yang berlebihan. Stop mengeluarkan statemen bodoh, apalagi saling mengejek antarsesama.

Percayalah, ikhtiar manusia tidak akan pernah sia-sia. Semoga kita terhindar dari hal-hal yang membuat jiwa kita mati sebelum raga.
 

KH Muhammad Taufik Damas, Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta