Patoni
Penulis
Suatu malam, seorang politisi mengutus salah satu asistennya untuk sowan kepada seorang kiai pesantren di sebuah desa. Sang kiai agak terheran malam sudah larut ada seorang tamu yang menghampirinya.
“Sampeyan dari mana, kok malam-malam ke pondok?” tanya sang kiai.
“Saya dari kota, Yai,” jawab utusan itu.
“Ada perlu apa jauh-jauh ke desa ini?” tutur sang kiai.
“Minta didoakan Yai, untuk bos saya politisi yang lagi kena musibah," ujar utusan politisi itu.
“Musibah apa?” kiai tanya lagi.
“Diduga terlibat melakukan ujaran kebencian di medsos, Yai,” jawab sang utusan.
“Loh, minta doa saja kok jauh banget. Apa di kota sampeyan sudah tidak ada sekelas kiai yang mau mendoakan si bos?” ucap sang kiai.
“Bukan begitu Yai,” sergah si utusan.
“Lalu?” desak sang kiai.
“Habisnya, sulit cari kiai yang belum menerima sumbangan dari bos saya, jadi khawatir doanya kurang mempan,” kata si utusan. (Fathoni)
*) Disarikan dari “Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita” (Muhammad AS Hikam, 2013)
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
3
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
4
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
5
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua