Fragmen

Cerita Kiai Ahmad Bagdja dan Jin

Sab, 29 Februari 2020 | 05:00 WIB

Cerita Kiai Ahmad Bagdja dan Jin

KH Ahmad Bagdja. (Foto: istimewa)

Suatu ketika Nahdlatul Ulama hendak melaksanakan Rapat Akbar awal tahun 1990-an di Lapangan Timur Senayan yang cukup luas. Kegiatan tersebut berencana menghadirkan satu juta warga. Sontak hal itu membuat geger, terutama kalangan aparat keamanan dan menteri dalam negeri.

Menurut Polisi, susah mengamankan massa yang sedemikian besar. Sementara menurut Mendagri yang bagian mengeluarkan perizinan, secara teknis sulit bagaimana mengatur mereka, menyediakan makanan dan menyediakan MCK buat warga.

Persoalan itu ramai di kabar media massa, hal itu mendorong beberapa paranormal mendatangi panitia yang diketuai oleh Abu Hassan. Di tengah menghadapi terpaan halangan yang berbagai macam itu kelihatan Abu Hassan terpengaruh oleh promosi paranormal yang mengaku bisa mendatangkan pasukan jin untuk mengamankan Rapat Akbar tersebut.

Menurut Abdul Mun’im DZ dalam Fragmen Sejarah NU (2017) mencatat, dari kejadian itu lalu Abu Hassan menanyakan kepada Wakil Sekjen PBNU KH Ahmad Bagdja. Pak Bagdja tidak menolak tetapi menyanggupi untuk mencari jalan yang lebih bagus. Lalu diserahkan lah urusan pasukan jin itu kepada Ahmad Bagdja.

Setelah bertemu pengurus PBNU, paranormal tadi sempat berbincang dengan wartawan, sehingga isu akan hadirnya ribuan pasukan jin itu juga menghiasi media massa, yang bikin pemerintah dan masyarakat makin kaget. Sejak saat itulah wacana tentang jin muncul dalam perbincangan politik dan publik.

Dalam setiap rapat panitia, setelah membicarakan soal acara, konsumsi akomodasi dan keamanan yang ditangani oleh belasan ribu anggota Banser itu, Abu Hassan masih menandaskan bahwa sesuangguhnya Banser harus tetap berkoordinasi dengan pasukan besar yang dipimpin Pak Bagdja.

Tentu saja peserta penasaran, pasukan besar mana yanag dibawa Pak Baagdja, sehingga semuanya merasa hormat kepada Pak Bagdja. Sementara yang bersangkutan hanya tersenyum dalam hati.

Tetapi setidaknya ia puas bisa meyakinkan pada panitia menghadapi tekanan Orde Baru dari segala penjuru itu. Sehingga isu pasukan jin juga bisa mengguatkan niat mereka dan termasuk membuat grogi aparat yang mau menggnggu acara itu.

Karena itu, Pak Bagdja dan Gus Dur (Ketua Umum PBNU saat itu) hanya tersenyum ketika dikonfirmasi wartawan tentang adanya pasukan jin tersebut. Ketika dana diturunkan, Bagdja merasa geli dengan pekerjaan barunya itu. Sebab ia sama sekali tidak mengenal paranormal, apalagi jin.

Lalu dibicarakanlah dengan beberapa tokoh NU, kemudian diambil keputusan dana tersebut digunakan untuk melakukan doa memohon keselamatan kepada Allah di berbagai masjid dan Surau yang ada di Jakarta. Dengan doa itu para pengurus NU yakin Allah akan menurunkan pasukannya terdiri dari malaikat untuk melindungi mereka.

Maka dibelilah ribuan tasbih dan dicetak pula ribuan eksemplar surat yasin dengan logo PBNU. Dengan demikian selam dua minggu mereka melakukan riyadhoh untuk kesuksesan dan keselamatan Rapat Akbar.
 
Karena sejak revolusi 1966 belum ada model mobilisasi massa besar, sehingga membuat repot penyelenggara dan aparat keamanan termasuk pemerintah. Maka dengan adanya doa itu ketua panitia menjadi makin percaya diri.

Dengan kesiapan panitia itu, Gus Dur juga semakin tegar tidak mau mundur dari niatnya walaupun tekanan dari Orde Baru cukup kuat. Ditambah komentar para pengamat yang meremehkan acara tersebut, hanya sebagai show of force yang tidak berarti. Tapi acara tetap dijalankan dan ternyata berjalan lancar.

Orang mengira, itu karena dijaga jin. Sementara kalangan NU merasa mereka berada di bawah lindungan Allah, karena memang mereka selalu memanjatkan doa dalam acara itu.
 
Namun demikian, Gus Dur masih kurang puas karena merasa beberapa peserta dari luar kota dihadang oleh aparat keamanan sehingga mereka tidak bisa menghadiri Rapat Akbar.

Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Abdullah Alawi