Opini

Rihlah Seni Kaligrafi

Kam, 28 November 2019 | 22:00 WIB

Rihlah Seni Kaligrafi

Puluhan santri Lembaga Kaligrafi (Lemka) tengah mengunjungi museum Al-Qur'an. Foto: (Lemka)

Oleh Didin Sirojuddin AR

سِـــــــيرُوا فى الأرضِ فانظـــــــرُوا

Artinya, "Berjalanlah di bumi lalu perhatikanlah!"

"Katanya serasa di surga"  Safari Seni 1 Pesantren Kaligrafi Al-Quran Lembaga Kaligrafi (Lemka) ke Bayt Al-Qur'an & Museum Istiqlal, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Di kawasan miniatur Indonesia ini, para santri Lemka angkatan 19/20 berhibur ria dengan naik sepeda gandeng, spoor, dan kereta gantung melewati gugus archipel Indonesia yang indah.
 
Aquarium Air Tawar beribu jenis ikan, Taman Legenda, Musium Komodo sampai Musium Batik dan Musium Hi-Tech, dan Anjungan 34 Provinsi dengan tampilan atraksi-atraksi budayanya  menambah informasi betapa kayanya negeri kita, Tanah Air yang disebut Zamrud Khatulistiwa. Ini barulah Safari Seni pertama dari 4 Safari Seni Lemka ke tempat-tempat rekreasi yang bersejarah.

Yang lebih mengagumkan tentulah arsip Al-Qur'an cetak dan manuskrip di Bayt Al-Qur'an yang jadi sasaran utama studi para santri. Sejarah mushaf Al-Qur'an sangat menarik. Disalin satu per satu dengan tangan sebelum mesin cetak digunakan. Seolah tampak di hadapan mata santri: kreativitas para penyalin mushaf dalam menggunakan pena, tinta, cat, dan kertas sampai teknik desain ornamen-iluminasinya dan kepiawaian mengombinasikan warna-warna pilihan yang harmonis.

Para khattat/kaligrafer dulu-dulu memang hebat-hebat: pintar-pintar membuat beragam pena khat dan menguasai teknologi pembuatan kertas dan tinta dari bahan-bahan alam nabati dan kimia. Aktivitas menyalin mushaf ini berdampak luas pada kreativitas menulis dan melukis kaligrafi Al-Qur'an dengan beragam teknik dan mazhabnya.

Dalam rentang waktu sejak zaman Nabi SAW sampai abad moderen, telah lahir ribuan khattat dan ribuan mushaf tangan yang indah disusul lukisan-lukisan kaligrafi yang diolah dalam rupa-rupa teknik, gaya, dan media.

Di gedung yang lahir 1997 (dan Lemka turut melahirkannya) dari Festival Istiqlal 1 dan 2 ini, para santri dapat melihat bukti karya mushaf moderen berukuran besar yang dipelopori oleh Mushaf Istiqlal, Mushaf Sundawi, Mushaf Jakarta, dan Mushaf Ibu Tien Soeharto. Yang kunonya adalah mushaf-mushaf tua dari abad ke-16-19, hasil temuan yang arsipnya tersimpan rapi di Bali, Ternate/Tidore, NTB, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, Cirebon, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Arsip-arsip Al-Qur'an kuno ini dipercantik oleh arsip-arsip kuno non-Qur'an seperti Serat Raja-raja, Serat Ambiya, Nasihat Bijak, Pelajaran Agama, dan Qaulul Haq atau Surat Perjanjian. Di ruang sebelah, tertata artefak-artefak kuno berkaligrafi sederhana dan lukisan-lukisan kaligrafi dari komunitas pelukis kaligrafi Lemka.

Koleksi paling anyar adalah kaligrafi naskah, hiasan mushaf, dekorasi, dan kontemporer hasil Musabaqah Khat Al-Qur'an MTQ Nasional. Sejarah perjalanan dan karya-karya hebat yang ditonton ini membuat santri-santri diklat tahunan Lemka terkagum-kagum.

"Woooow, ini karya-karya hebat, pasti lahir dari tangan-tangan yang hebat!"  komentar seorang santriwati.

Tanpa merasa capek, para santri dihibur lagi dengan nonton film Imax Keong Emas, The Journey to Mecca. Ini kisah perjalanan haji seorang penuntut ilmu Ibnu Batutah yang penuh bahaya, seperti diceritakan dalam kitabnya Ar-Rihlah (Perjalanan).

Semua tontonan mengharukan ini tujuannya satu: supaya para santri mau teruuus belajar Al-Qur'an dalam tahap-tahapnya yang teratur, yaitu: Learn to Know (belajar mengenalnya), Learn to Read (belajar membacanya), Learn to Understand (belajar memahaminya), Learn to Act (belajar mengamalkannya), dan Learn to Love (belajar mencintainya). Bila sudah cinta, semua jadi beres. Cinta Al-Qur'an, tentu saja.
 
 
Penulis adalah pengajar pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah. Ia juga pengurus Lembaga Kaligrafi (Lemka).