Diktis

Hambatan Dakwah di Kaki Gunung Sinabung

Sel, 9 Juli 2019 | 12:00 WIB

Hambatan Dakwah di Kaki Gunung Sinabung

Letusan Gunung Sinabung (foto: cnnindonesia)

Selain mengungkapkan strategi dan model dakwah yang diterapkan kepada warga korban bencana Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, laporan riset berjudul Benteng Akidah di Kaki Gunung Sinabung juga menyebutkan sejumlah hambatan para dai dalam menyebarkan dakwah dan mendampingi umat terdampak bencana.

"Hambatan pertama adalah kurangnya dana," demikian Rifai dalam riset yang didukung oleh Diktis Pendis Kemenag RI tahun 2018.

Hambatan kurang atau minimnya dana, terjadi karena saat ini sangat banyak sarana ibadah yang rusak terkena dampak bencana Gunug Sinabung. Oleh karena itu banyak dibutuhan dana untuk dapat membangun kembali bangunan tersebut.  Hanya saja dikarenakan minimnya dana para dai memanfaatkan sarana yang ada. Keterbatasan dana ini menjadi hambata terbesar dan yang hampir dialami oleh seluruh dai.

Besarnya kebutuhan dana dan ketakberimbangan dengan dana yang tersedia, di tambah pula dengan kebiasaan dakwah bil mal yang menuntut para dai mengeluarkan uang pribadi mereka. Hal ini juga menghambat jalannya dakwah, sebab tidak selalu mungkin dapat dihadirkan kepada jamaah buah tangan ataupun hadiah. Konsekuensinya, ketika tidak ada hadiah yang diberikan maka akan mengurangi minat jamaah untuk datang mendengarkan dakwah dari sang dai.

Hambatan kedua adalah minimnya minat dan antusias jamaah menghadiri kegiatan dakwah. Memang tidak semua tempat jamaah itu memiliki minat yang rendah, namun di beberapa desa terdapat problem berupa minimnya minat mereka untuk datang melaksanakan pengajian. Banyak hal yang mempengaruhi hal ini, mulai dari kesibukan mereka di ladang, kelelahan sehabis pulang kerja, dan kesibukan-kesibukan lain. Minimnya minat ini juga menghambat jalannya dakwah.

Selain keterbatasan dana dan minat, minimnya jumlah pendamping juga turut menjadi hambatan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa jumlah dai untuk empat kecamatan hanyalah 16 orang saja. Jumlah itu tidak sepadan dengan jumlah desa yang ada. Karena kurangnya jumlah dai tersebut, terkadang para dai ada yang merangkap tugas ke beberapa wilayah. Bisa dikatakan seorang dai membina dua sampai tiga desa sekaligus. Selain  menghambat jalannya dakwah, kurangnya jumlah dai juga menyebabkan tidak maksimalnya hasil dakwah yang dilakukan.

Kemudian, tidak maksimalnya hasil dakwah, menjadi penyebab awal terjadinya pergeseran akidah di kaki Gunung Sinabung. Menurut peneliti, jika terdapat jumlah dai yang memadai di desa tersebut, tentu kecil saja kemungkinan terjadinya pergeseran akidah. Namun, bagaimanapun seorang dai tetaplah manusia yang memiliki keterbatasan tenaga, waktu, pikiran, dan materi. Karena itu, sinergitas dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk dapat menuntaskan permasalahan ini.

Kesimpulan

Setelah mengadakan penelitian terkait dakwah bagi korban bencana Gunung Sinabung, peneliti menyimpulkan beberapa hal. Terdapat dua sikap umat Islam sebelum dan setelah bencana letusan Sinabung. Pertama, sikap menjauh dari agama Islam, penyebabnya ialah sikap putus asa terhadap krisis ekonomi yang mereka rasakan sebagai dampak dari bencana gunung Sinabung. Kedua, sikap semakin dekat dengan ajaran Islam, penyebabnya ialah menyadari bahwa setiap bencana yang terjadi merupakan teguran langsung dari Allah Swt.

Kemdian, kehadiran seorang dai di tengah situasi dan kondisi umat yang sedang diterpa bencana sangatlah berharg. Para dai ibarat pasukan yang menjaga benteng pertahanan dari serangan lawan. Mereka juga ibarat matahari yang terbit di pagi hari, sinarnya memberikan semangat kehidupan baru bagi umat melalui pendekatan agama. berbagai strategi mereka gunakan, yakni bil lisan (ceramah), bil hal (perbuatan), bil mal (materi). (Kendi Setiawan)