Daerah

Unipdu Dampingi Anak Thalasemia dengan Relaksasi Spiritual

NU Online  ·  Senin, 29 Oktober 2018 | 10:00 WIB

Jombang, NU Online
Thalasemia merupakan penyakit keturunan atau disebut herediter dalam istilah kesehatan,  dimana terjadi kerusakan pada sel darah merah sehinga hemoglobin (Hb) mengalami penurunan secara terus menerus. Akibatnya, anak harus menjalani tranfusi darah rutin untuk menjaga kondisinya tetap stabil. 

Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum atau Unipdu Jombang Jawa Timur melalui pengabdian masyarakat menggelar peningkatan kualitas hidup pasien thalasemia.  “Kami ingin sekali berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup anak-anak thalassemia ini,” kata Ana Farida, Senin (29/10).

Bagi ketua pelaksana kegiatan ini, para penderita thalasemia juga punya hak untuk bisa tumbuh dan berkembang seperti anak Indonesia lainnya. “Dalam kegiatan ini, kami bekerja sama dengan Paguyuban Orang Tua Penderita Thalasemia atau POPTI,” ujar Ana Farida, selaku ketua pelaksana. Kebetulan di Jombang ini belum ada POPTI, lanjutnya.

Sejumlah kegiatan dilakukan bersama keluarga dan anak-anak thalasemia. “Mulai dari parenting keluarga, seminar, terapi aktivitas kelompok dan outbond, pendampingan keluarga dan pelatihan relaksasi spiritual,” jelasnya. 

HM Zulfikar As’ad menyatakan mendukung penuh kegiatan pengabdian masyarakat bersama thalassemia ini, “Kegiatan ini sangat tepat dengan kompetensi yang kami miliki, khususnya Fakultas Ilmu Kesehatan Unipdu Jombang,” katanya. 

Apalagi terapi relaksasi spiritual merupakan mata kuliah altenatif pilihan yang  menjadi ciri khas dan  salah satu unggulan Fakultas Ilmu Kesehatan ,” ungkap Gus Ufik, sapaan akrabnya.

Salah seorang keluarga thalassemia juga mengungkapkan kebahagiannya mengikuti program yang diselenggarakan Unipdu ini. “Saya merasa senang karena anak-anak kami ada yang memperhatikan,” kata Ibu Febri. 

Belum lagi manfaat bisa berkumpul dengan orang tua thalassemia lainnya untuk saling cerita pengalaman. “Berbagi terutama saat-saat sulit merawat anak kami yang sakit thalasemia,” ungkapnya. 

Sejumlah manfaat dirasakannya saat ini. “Bahkan anak saya merasa lebih baik setelah mengikuti terapi relaksasi spiritual. Biasanya mudah lelah setelah aktifitas,” akunya.

Ketua paguyuban thalassemia juga merasa senang dan bahagia karena ada yang membantu memberikan dukungan pada keluarga dan anak thalassemia. “Ibu-ibu harus semangat merawat anaknya, Bersyukur karena teman Unipdu yang mendampingi. Saya berharap kegiatan ini akan terus berlanjut,” kata Farida. 

Thalassemia mulai terdeteksi saat anak-anak berusia batita. “Kondisi ini menyebabkan mereka akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan baik pada aspek biologis, psikososial  maupun spiritual,” jelas Ana Farida. 

Selama ini  anak-anak dengan thalassemia merasa belum mendapat dukungan dari masyarakat dalam aspek psikososial. Kondisi fisik yang lemah membuat mereka tidak bisa melakukan aktifitas seperti anak sehat lainnya. “Belum lagi rutinitas anak thalasemia keluar masuk rumah sakit dengan frekuensi sekitar 2 hingga 4 minggu sekali untuk melakukan transfusi darah,” ungkapnya. 

“Anak-anak thalassemia merasa tidak punya harapan, putus asa, dan seringkali merasa lelah dengan tranfusi yang harus dijalani. Begitu juga dengan orang tua mereka,” tandasnya. (Ibnu Nawawi)