Daerah

Tradisi Literasi Pesantren Berkembang Jauh

Ahad, 27 Oktober 2019 | 23:30 WIB

Tradisi Literasi Pesantren Berkembang Jauh

Narasumber, Siswanto, penulis buku ‘Antologi Cerpen Gandrung Melarung Mendung’ dan peserta bedah buku berfoto bersama usai acara. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online

Dewasa ini, sastra pesantren mengalami lompatan yang cukup jauh. Biasanya, kebanyakan santri dalam menulis sastra tak jauh-jauh dari ulasan seputar pesantren dan tetek bengeknya. Mereka bernostaliga dengan dinamika pesantren yang penuh romantika. Namun buku Antologi Cerpen Gandrung Melarung Mendung ini ternyata lain dari yang lain.

 

Demikian diungkapkan Wakil Sekretaris Pengurus Cabang Lesbumi NU Jember, Siswanto saat menjadi narasumber dalam Bedah Antologi Cerpen Gandrung Melarung Mendung di gedung Olahraga Pondok Pesantren Nuris, Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Ahad (27/10).

 

Menurut pendiri Forum Sastra Jember itu, penulis antologi cerpen tersebut yang juga santri Pondok Pesantren Nuris, Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember (Ayu Novita Sari) cukup kreatif, dan terkesan mempunyai keinginan yang kuat untuk tidak melulu memonopoli tulisan sastranya dengan pembahasan pesantren.

 

“Ini (buku karya Ayu Novita Sari) sangat menarik, karena isinya tampil beda, tidak hanya membahas soal santri dan kehidupan di pesantren. Penulis juga melihat dunia dari perspektif pesantren. Contohnya ketika melihat metologi yang melekat pada kebudayaan Banyuwangi,” ucap Sis, sapaan akrabnya.

 

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada FKIP Universitas Jember itu, menegaskan bahwa hadirnya Antologi Cerpen Gandrung Melarung Mendung, juga menggambarkan literasi pesantren yang tak pernah redup. Dikatakannya, gerakan literasi pesantren sudah ada sejak dulu. Hal ini bisa dilihat dari karya-karya monumental para ulama, baik yang terkait dengan aqidah, fiqih, tasawuf, maupun muamalah.

 

“Jadi tradisi literasi di pesantren itu sudah ada sejak dulu,” terangnya.

 

Lelaki kelahiran Sumenep, Madura itu juga menyoroti tradisi menulis Syaikhul Ma’had Pondok Pesantren Nuris, KH Muhyiddin Abdusshomad. Menurut Sis, Kiai Muhyidin adalah satu dari sedikit kiai yang mempunyai kesadaran literasi cukup tinggi. Terbukti banyak karyanya, baik dengan bahasa Arab maupun Indonesia.

 

“Beliau cukup produktif menulis buku, kitab dan sebagainya,” tambah Sis.

 

Tradisi leterasi yang melekat dalam kehidupan pengasuh pesantren, secara tidak langsung akan menginspirasi santrinya untuk mencintasi literasi. Apalagi Nuris memang memfasilitasi pengembangan minat dan bakat santri, termasuk di bidang literasi.

 

“Karena itu, tidak heran jika dari Nuris banyak bermunculan penulis dan bibit-bibit sastrawan,” pungkasnya.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi