Daerah

Tergesa-gesa, Induk Penyesalan

Ahad, 20 Oktober 2019 | 09:15 WIB

Tergesa-gesa, Induk Penyesalan

Wakil Ketua PAC ISNU Kalisat, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Muhammad Ishomuddin (paling kiri) bersama Gus Ulil Abshar Abdalla di suatu acara. (Foto: NU Online/Aryudi AR)

Jember, NU Online

Tergesa-gesa kerap kali dilakukan orang ketika dalam keadaan mendesak, kesusu, dan sebagainya. Padahal, tergesa-gesa, baik dalam sikap, perbuatan, maupun perkataan, kerap kali berujung dengan sebuah kesalahan. Dan seperti biasa, ketika kesalahan terasa, maka penyesalan datang beriringan.

 

“Karena itu, marilah kita bertindak, berucap dan sebagainya jangan tergesa-gesa, jangan kesusu, pikir dulu dengan baik,” ucap Wakil Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) ISNU Kalisat, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Muhammad Ishomuddin saat menjadi narasumber dalam Kajian Islam Milenial di Masjid Besar Al-Barokah, Kalisat, Sabtu (19/1) malam.

 

Menurutnya, perbuatan tergesa-gesa meski kelihatan sepele tapi akibatnya bisa sangat dahsyat. Tergesa-gesa dalam berucap hingga salah, misalnya sampai berkibat menyinggung perasaan orang lain, itu bisa menimbulkan pertengkaran. Demikaian juga dalam mengambil keputusan, bisa merugikan diri sendiri dan orang lain jika salah karena diambil dalam posisi kesusu.

 

“Intinya adalah, dalam hal apapun kita dianjurkan untuk berhati-hati. Jangan samaai karena kesusu, kita tidak mengontrol apa yang kita ucapkan,” ucapnya.

 

Dengan mengutip kitab Zahrul Adab karya Abu Ishaq Ibrahim bin Ali al-Hushri Al-Qoirowani, Ishom membeber beberapa ketergesaan. Diantaranya adalah berbicara sebelum mengerti, menjawab sebelum memahami, bertekad sebelum berpikir, memutuskan sebelum memperkirakan, memuji sebelum menguji, dan mencela sebelum mencoba.

 

Ia menjelaskan, misalnya item tentang ‘berbicara sebelum mengerti’. Menurutnya, itu perbuatan yang konyol. Sebab tentu pembicaraannya tidak fokus, bahkan nglantur kemana-mana karena tidak paham dan tidak mengerti tema pembicaraannya.

 

“Ini memalukan, bisa juga membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Intinya, kalau mau bicara, silahkan pahami dulu tema yang mau dibicarakan,” jelasnya.

 

Kemudian tentang ‘memuji sebelum menguji’, katanya, merupakan langkah yang gegabah. Terhadap apapun dan siapapun, termasuk kepada manusia, sikap memuji sebelum menguji, memang tidak baik. Sebab jika kemudian orang yang dipuji ternyata tidak sesuai harapan, maka tentu ucapan itu mempunyai konsekuensi.

 

“Misalnya kita memuji seseorang, atau katakanlah calon kepala daerah, maka ucapan kita akan menjadi referensi bagi orang lain, apalagi kita tokoh. Tapi jika yang kita puji ternyata tak sesuai harapan, maka kitalah yang jadi sasaran,” terangnya.

 

Pewarta: Aryudi AR

Editor: Ibnu Nawawi