Daerah

Sungkeman Simbol Ketulusan Niat dan Kerendahan Hati

Ahad, 23 Juli 2017 | 21:02 WIB

Sungkeman Simbol Ketulusan Niat dan Kerendahan Hati

Ilustrasi (solopos.com)

Pringsewu, NU Online
Sungkeman merupakan budaya luhur warisan pendahulu yang patut untuk dilestarikan. Dalam proses sungkeman tersebut, yang muda merendahkan posisi dengan membungkukkan badan atau bersimpuh di hadapan yang lebih tua seraya menyampaikan permohonan maaf.

Ucapan permohonan maaf juga disampaikan dengan melirihkan suara dalam berkata sebagai simbol ketulusan niat dan kerendahan hati.

Demikian diterangkan Pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Ilmi KH. Muhammad Nur aziz saat menjelaskan Hikmah Halal Bi Halal di Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi) di Gedung NU Pringsewu, Ahad (23/7).

Wakil Rais Syuriyah PCNU Pringsewu ini menambahkan bahwa sifat kerendahan hati untuk menghormati yang lebih tua juga merupakan sebuah doa bagi yang muda agar diberikan kesehatan dan umur panjang.

"Siapa yang menghormati orang tua Insya Allah akan diberikan keberkahan dan dipanjangkan umurnya seperti umur orang tua yang dihormati tersebut," jelasnya.

Ia juga memaparkan bahwa budaya sungkeman meminta maaf kepada yang lebih tua juga nampak sering dilakukan dan dibarengkan dengan momentum halal bihalal yang juga merupakan budaya saling memaafkan pada momentum Hari Raya Idul Fitri.

"Budaya halal bihalal adalah hasil kebijaksanaan para ulama dalam menjabarkan ayat yang bersumber dari Qur’an serta hadits secara kontekstual sehingga menjadi tradisi yang baik," jelasnya seraya menjelaskan sejarah adanya budaya tradisi yang dicetuskan KH Abdul Wahab Chasbullah.

Banyak hal yang didapatkan dari budaya yang ada hanya di Indonesia. Dengan halal bihalal menurutnya, kedamaian kehidupan dunia dapat terjalin lebih baik dengan tidak saling mendzalimi sesama manusia.

"Habblun minan nas yang baik di suatu daerah akan sangat mempengaruhi kebarokahan lingkungan. Bukan banyaknya harta," tambahnya.

Lebih lanjut ia mengingatkan bahwa orang yang merugi bukanlah orang yang hilang hartanya didunia, namun orang yang merugi adalah orang yang giat beriman dan beribadah, tapi mengesampingkan hal-hal sepele yang berhubungan dengan sesama serta tidak memenuhi hak manusia lainnya. (Muhammad Faizin/Abdullah Alawi)