Daerah

STF al-Farabi Bahas Pandangan Tentang Maulid Nabi

Sen, 4 Maret 2013 | 06:59 WIB

Malang, NU Online
Sekolah Tinggi Filsafat (STF) al-Farabi mengkupas syiir Syarof al-Anam dalam acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad, Ahad (03/03). 
<>
Sebelumnya, serentak Mahasiswa STF al-Farabi dan group Sholawat Rijal al-Anshor melantunkan sholawat bahkan beberapa tampak menangis saat mengucapkannya.

Meski malan saat itu diguyur hujan yang amat deras, para mahasiswa nampak sangat antusias. Para tamu yang diundang datang membanjiri kampus yang terletak di Kepanjen tersebut. 

Acara yang bertajuk “Secangkir Sholawat untuk Nabi” ini mundur dari tanggal yang sesuai dengan kelahiran Nabi, namun menapaktilasi perjalanan nabi sejatinya harus dilakukan setiap waktu. 

“Merefleksikan kecintaan terhadap sang Revolusioner harus terimplementasikan dalam keseharian kita,” ujar Dofir Zuhri selakuKetua STF al-Farabi.

Syarofu al-Anam dipilih sebagai syiir yang di bahas tuntas malam itu bukan tanpa maksud. Menurut penulis buku Filsafat Timur itu, maulid ngarso dhalem kanjeng Nabi selalu identik dengan perayaan sosial-budaya berupa kenduri, shalawatan, pengajian umum, pembacaan Barzanji dan maulid Diba’ maupun lomba di sekolah dan pesantren.

“Masyarakat perlu tahu makna apa yang dibaca dan hikmahnya. Untuk itu, di STF al-Farabi dalam acara maulid bukan saja membaca namun dikaji makna dan sejarah penulisan Syarofu al-Anam,” katanya.

Di Indonesia, perayaan Maulid sudah di kenal sejak zaman kerajaan, di beberapa keraton, misal di Yogyakarta dan Surakarta, perayaan MaulidNabi di selenggarakan dengan nama Sekaten. 

Beberapa sejarawan berpendapat jika maulid baru diperingati secara luas pada zaman Sholahudin al-Ayyubi, meski sebelumnya perayaan Maulid sudah pernah dilakukan. 

Sholahudin telah membuktikan peringatan Maulid Nabi telah menumbuhkan ghiroh umat Islam dalam perang salib hingga menuia kemenangan.

Bagi Alumni STF Driyarkara itu, beberapa pandangan sinis terkait Maulid Nabi adalah pandangan yang tidak pernah membaca sejarah. Karena ritual perayaan Maulid Nabi yang menjadi rutinitas mestinya dijadikan momentum untuk membentuk masyarakat dan generasi muda yang cerdas, kritis, egaliter, bermoral, low profile, dan tidak anarki, terciptanya masyarakat yang kondusif, dan memantik semangat umat Islam. 

“Bukan engkel-engkelan ini haram, halal, ataupun kafir,” pungkasnya.

Selain Syarof al-anam dikaji beberapa kitab klasik seperti Nahju al-Balaghoh, Burdah, al-Milal wa an-Nikhal, al—Farq baina al-Firoq, dan mendiskusikannya.


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Diana Manzila