Daerah

PWNU Aceh Minta Pemerintah Klarifikasi Keikutsertaan “Miss Aceh”

NU Online  ·  Sabtu, 21 Februari 2015 | 09:01 WIB

Banda Aceh, NU Online
Menyikapi sejumlah laporan masyarakat yang menyampaikan keberatan dengan penampilan Putri Indonesia yang mewakili Provinsi Aceh, maka ketua PWNU Aceh Tgk H Faishal Ali menyampaikan beberapa saran dan pendapat kepada Pemerintah Aceh dalam rilis yang disampaikan ke NU Online:
<>
1. Gubernur Aceh perlu memanggil putri Indonesia yang mewakili Aceh untuk dimintai klarifikasi terkait keikutsertaannya dalam ajang tersebut. Pasalnya, dalam setiap penampilannya, yang bersangkutan selalu dipanggil dengan nama "Miss Aceh". Artinya, dia resmi mewakili Provinsi Aceh.

2. Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah, juga perlu memerintahkan jajaran bidang hukum untuk memanggil panitia Putri Indonesia, untuk dimintai klarifikasi terkait pencatutan nama Aceh dalam ajang tersebut.

3. Permintaan klarifikasi dari kedua pihak tersebut diperlukan, karena penampilan perempuan yang disebut sebagai "Miss atau Puteri Aceh" dalam ajang tersebut, sama sekali tidak mencerminkan Aceh sebagai daerah yang menerapkan hukum syariat. Bahkan, penampilan puteri tersebut, seakan menunjukkan bahwa Syariat Islam di Aceh membenarkan perempuan berpenampilan seperti ditunjukkan dalam ajang tersebut.

4. Karenanya kami beranggapan bahwa, keikutsertaan yang bersangkutan dalam ajang "Puteri Indonesia", juga panitia "Puteri Indonesia" telah melakukan pencemaran nama Aceh, yang berjuluk "Serambi Mekkah" dan telah diakui konstitusi Indonesia sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam.

5. Jika "Puteri Aceh" dan panitia "Puteri Indonesia" tidak memenuhi panggilan dari Pemerintah Aceh, maka Gubernur harus memerintahkan Biro Hukum untuk melaporkan kedua pihak itu ke polisi, dengan tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik daerah.

6. Langkah-langkah ini perlu dilakukan, agar ke depan tidak ada pihak-pihak yang mencatut nama Aceh dalam ajang resmi.

7. Jika Gubernur Aceh tidak segera mengambil langkah-langkah seperti dimaksud, maka kami beranggapan, Pemerintah Aceh, khususnya Gubernur, tidak serius dalam menjalankan Syariat Islam di bumi Aceh. (mukafi niam)