Depok, NU Online
Maraknya penggagalan aksi nobar film Senyap di beberapa tempat tak mengurungkan niat PMII UI untuk membedah film tersebut. Diskusi ini dilaksanakan selepas agenda rutinan tasin tahlil pada malam Kamis (25/12). Pembedahan film ini ditinjau dari beberapa perspektif, terutama dari sisi metodologi sejarah. <>
Film yang dibuat oleh Joshua Openheimer ini sebenarnya mempunyai tujuan yang baik. Masyarakat diingatkan kembali akan peristiwa 65 yang sebenarnya belum sepenuhnya selesai. Selain itu, pembuatan film ini juga sebagai salah satu cara untuk melancarkan upaya-upaya rekonsiliasi antara pihak-pihak yang terkait. Secara de jure (formal), upaya rekonsiliasi memang berjalan lamban, namun secara de facto (nonformal) upaya rekonsiliasi sebenarnya sudah terjadi. Bahkan situasi dan kondisi dibeberapa tempat sudah mencair.
“Di beberapa tempat yang dulunya menjadi salah satu basis PKI, seperti di Sukoharjo Jawa tengah sebenarnya bisa dikatakan sudah mencair. Bahkan orang-orang yang mendapat label eks PKI sudah mendapatkan hak-hak yang sama. Mulai dari hak-hak yang bersifat administratif, pekerjaan bahkan status mereka sudah dianggap biasa oleh warga sekitar. Label atau cap bahwa mereka “orang yang membahayakan” sudah mulai luntur,” terang Kunto mahasiswa Kriminologi UI yang juga berasal dari Sukoharjo.
Apabila dilihat dari perpsektif sejarah, Fedrik Aziz Firdausi mengatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika kita menonton film Senyap. Film ini adalah sebagian kecil dari peristiwa 65 yang amat rumit. Bagi orang-orang yang menonton film ini hendaknya juga mendalami tentang peristiwa 65 dari perspektif sejarah secara komprehensif. Kebanyakan orang memandang PKI itu selalu dimulai dari peristiwa 65. Padahal perjalanan PKI harusnya dipahami sejak tahun 1920-an yang cenderung dipotong, hampir 40-an tahun proses sejarah itu diabaikan ketika pembahasan tentang PKI.
Mahasiswa jurusan sejarah UI itu juga mengkritisi beberapa hal terkait konten film Senyap. Film ini bila tidak dibarengi dengan sebuah pencerdasan terhadap orang awam, dikhawatirkan orang yang tidak cukup informasi tentang peristiwa 65 akan mudah terprovokasi. Joshua terlalu menonjolkan bahwa seolah-olah PKI adalah korban. Padahal kasus ini belum sepenuhnya final.
“Kita tidak bisa mengatakan bahwa PKI itu salah dan juga pihak-pihak lain itu keliru, karena kondisi pada saat itu begitu rumit dan sampai sekarang upaya pembredelan kasus itu belum tuntas. Namun secara keseluruhan film ini sangat menarik untuk dinikmati,” pungkasnya. red: mukafi niam
Terpopuler
1
Sosok Nabi Daniel, Utusan Allah yang Dimakamkan di Era Umar Bin Khattab
2
3 Pesan Penting bagi Pengamal Ratib Al-Haddad
3
Mimpi Lamaran, Menikah, dan Bercerai: Apa Artinya?
4
Mahfud MD Ungkap Ketimpangan Struktural Indonesia
5
Gus Yahya: Di Tengah Ketidakpastian Global, Indonesia Harus Bertahan dan Berkontribusi bagi Dunia
6
Tak Bisa Dipisahkan, Mahfud MD: Hukum yang Baik Lahir dari Politik yang Bagus
Terkini
Lihat Semua