Petilasan Kalijaga di Cirebon Perlu Penataan Serius
NU Online · Ahad, 13 Mei 2007 | 11:12 WIB
Cirebon, NU Online
Petilasan Kalijaga atau peninggalan Sunan Kalijaga di Kota Cirebon perlu penataan lebih baik terutama keberadaan hutan taman yang semakin tidak terurus dan nyaris punah karena banyaknya pohon yang tumbang selama 20 tahun terakhir.
Berdasarkan pantauan, Minggu, jumlah berbagai jenis pohon besar yang sudah berusia tua tampak tidak lagi banyak seperti 20 tahun yang lalu karena bertumbangan terhempas angin kencang, sehingga mengancam keberadaan sekitar 100 monyet yang selama ini mendiami kawasan itu.
Dedi<>, salah satu pengurus lokasi Petilasan Kalijaga mengakui, banyak pohon yang tumbang karena usianya sudah ratusan tahun dan memang tidak disiapkan penggantinya.
"Hutan tempat monyet berlindung itu hanya sekitar dua hektar, dan jumlah keranya ada sekitar 100 ekor. Memang sepertinya perlu penghijauan untuk mengganti pohon yang sudah itu," katanya.
Ia menjelaskan, beberapa pohon tua yang selama ini masih ada antara lain, beringin, rayon, albasia dan pilang. Sejumlah pengunjung yang ramai pada hari Minggu, juga mengakui perlunya penyelamatan hutan kota Cirebon itu dari kepunahan karena selain mengancam keberadaan monyet juga mengancam kelestarian sumber mata air di tempat itu.
"Aset hutan ini kurang terpelihara, padahal jadi salah satu tempat warga kota untuk berekreasi yang terdekat karena ada di dalam kota," kata Soleh, petugas rumah sakit Gunung Jati yang membawa serta anaknya untuk melihat monyet jinak di kawasan itu.
Menurut Kuncen Petilasan Kalijaga R Ilik, di lokasi itu terdapat Mesjid Sunan Kalijaga yang mempunyai struktur kontruksi kayu mirip Mesjid Agung Sang Cipta Rasa karena memang mesjid terakhir yang lebih besar itu juga diarsiteki Sunan Kalijaga.
Selain itu, ada Makam yang sebagian orang meyakini sebagai makam jasad Sunan Kalijaga, namun sebagian besar lagi meyakini sebagai makam berbagai barang peninggalan Sunan Kalijaga.
Ada dua sumur di lokasi itu dan salah satu diantaranya yaitu yang terletak di sebelah Timur, diyakini sebagai mata air yang keluar setelah Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya ke tanah. Air sumur itu selalu menjadi oleh-oleh para peziarah karena diyakini bisa membawa berkah dan menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Di areal Mesjid Sunan Kalijaga itu jika Jumat malam selalu dipadati puluhan jemaah untuk tahlilan, bahkan bisa mencapai ratusan orang jika Malam Jumat Kliwon, sementara Senin malam diadakan acara debaan.
Sunan Kalijaga salah satu dari wali sembilan atau Wali Songo memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah sehingga menciptakan seni ukir, wayang, gamelan, perayaan sekatenan, grebeg maulud, dan lakon wayang Petruk Jadi Raja.
Beliau lahir sekitar tahun 1450 Masehi dan diyakini dimakamkan di Kadilangu, daerah Selatan Demak, setelah berusia 100 tahun lebih. (ant/han)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua