Daerah

Pesantren Sa'adatuddarein Jambi, Dipimpin Ulama Thailand, Berdiri Sejak Zaman Belanda

Kam, 2 November 2023 | 14:30 WIB

Pesantren Sa'adatuddarein Jambi, Dipimpin Ulama Thailand, Berdiri Sejak Zaman Belanda

Tampak depan Pesantren Sa'adatuddarein Kota Jambi, Provinsi Jambi. (Foto: NU Online/Syarif)

Jambi, NU Online

Sa'adatuddarein merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Kota Jambi, Provinsi Jambi. Pesantren Sa'adatuddarein didirikan pada 1915 Masehi/1333 Hijriah oleh KH Ahmad bin Syakur (Guru Gemuk). Salah seorang mudirnya (pengasuh) berasal dari Pattani, Thailand.


Pesantren Sa'adatuddarein beralamat di Jalan Tumenggung Jakfar, Kelurahan Tahtul Yaman, Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi. Pesantren ini berada di pinggir sungai Batanghari.


Menurut Mudir Pondok Pesantren Sa'adatuddarein Guru Sulaiman Hasan, latar belakang berdirinya pondok pesantren ini berawal dari organisasi yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bernama Tsamaratul Insan di era penjajahan Belanda.


"Sejak awal berdirinya, Sa'adatuddarein telah menyelenggarakan pendidikan madrasah Diniyyah. Banyak menarik perhatian masyarakat sekitar maupun dari luar daerah," jelas Guru Sulaiman, Rabu (1/11/2023).


Di awal masa pendiriannya, santri Sa'adatuddarein hidup di pondok-pondok kecil di tanah milik warga sekitar pesantren. Ada juga yang tinggal di atas perahu. Sedangkan untuk mengaji berada di langgar dan rumah-rumah.


Secara umum, sistem pembelajaran di Pesantren Sa'adatuddarein menerapkan metode yang dipakai di Madrasah Shaulatiyah, sebuah madrasah tradisional di Makkah.

 

Hingga saat ini, Sa'adatuddarein masih memegang teguh kajian kitab kuning secara intens dan masif. Sehingga secara akidah, fiqih, dan amalan sehari-hari sama dengan ciri khas mayoritas pesantren di Jawa. Termasuk kitab yang dikaji seperti Aqidatul Awam, Jurumiyah, Qotrunnada, Fathul Muin, Bajuri, Riyadus Sholihin, Arud, Falak, dan lain sebagainya.


"Kitab yang diajarkan di sini hampir sama dengan di Shaulatiyah, di sini titik temunya Sa'adatuddarein dengan tokoh besar pesantren seperti KH Hasyim Asy'ari," imbuhnya.


Keunikan Pesantren Sa'adatuddarein 

Ustadz Mursyid, salah satu pengajar senior di Pesantren Sa'adatuddarein menambahkan,  dulu santri Sa'adatuddarein yang datang ke pesantren naik rakit bambu dan perahu. Rakit dari bambu tersebut setelah sampai akan dibongkar lalu digunakan untuk membuat pondok kecil-kecilan. Sebagai tempat istirahat santri.


Namun, karena semakin banyaknya santri dan kegiatan pesantren yang padat, tempat tinggal santri dilokalisasi ke tempat khusus. Uniknya, gedung yang dibuat sebagai tempat tinggal santri berupa rumah panggung. Tiang penyangganya dari kayu bulian dan tembesu glondongan.


Menggunakan dua jenis kayu tersebut kayak kekuatannya. Bahkan, setelah puluhan tahun dipakai, kayu tersebut masih tegak lurus menyangga bangunan tempat belajar santri.


Tidak hanya asrama santri, kelas tempat belajar santri juga dibuat dari kayu, mulai dari tiang, lantai, tembok, hingga dinding. Beberapa bangunan tua tersebut masih tersisa, seperti kelas untuk tingkat aliyah yang masih berupa panggung. 


"Dari awal setia dengan sistem salaf, hingga kini tidak berubah. Melewati berbagai zaman. Hanya saja untuk ijazah negara kita sediakan, agar santri bisa melanjutkan pendidikan lebih tinggi," ujarnya.


Dikatakan, sejak awal berdirinya, Sa'adatuddarein tidak pernah tutup meskipun dalam keadaan sulit seperti era Jepang. Saat itu, santrinya tersisa lima orang, tapi kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung.


Santri Sa'adatuddarein memiliki ciri khas sejak awal memakai sarung dan kopiah. Sedangkan dalam proses belajar mengajarnya menggunakan bahasa Melayu, untuk kitabnya menggunakan bahasa Arab dan Arab Melayu. Sementara gurunya berasal dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Yaman, dan negara lainnya.


"Maknai kitab di sini pakai Arab Melayu, ada juga kitab memakai bahasa Melayu yang dikarang oleh guru sini," ujarnya.


Dulu, para santri Sa'adatuddarein memiliki keahlian khusus pandai menangkap ikan di Sungai Batanghari. Seringkali, sebelum masuk kelas untuk mengaji kitab, para santri mencari ikan sungai. Saat jam istirahat, masak ikan. Bahkan ada juga yang mencari ikan di malam hari, lalu siangnya dijual ke pasar.


Untuk bertahan hidup di pesantren, tak jarang para santri ikut masyarakat ke sawah, kebun hingga menderes kaget warga untuk menyambung hidup selama di pesantren.


"Sekarang sudah sulit cari ikan di sungai Batanghari, jadi mau tidak mau buat sistem makan bulanan," katanya.


Guru Mursyid menjelaskan, saat ini di jenjang Tsanawiyah dan Aliyah ada sekitar 800 santri. Sedangkan di tingkat Ibtidaiyah berjumlah sekitar 400 santri. Santri yang mukim hanya di tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Namun, juga menerima warga sekitar yang ingin belajar ilmu agama.


Sejak awal berdiri, Sa'adatuddarein tidak menerima santri putri untuk Tsanawiyah dan Aliyah. Tidak ada juga asrama khusus putri di pesantren ini. Meskipun begitu, kebanyakan alumni Sa'adatuddarein mengajar di berbagai pesantren di Jambi.


Ciri khas lainnya, Pesantren Sa'adatuddarein memiliki biaya pendidikan yang murah. Setiap bulan, bagi santri yang mukim hanya perlu membayar Rp400 ribu untuk makan dan Rp100 ribu untuk laundry.


Selain itu, santri hanya perlu membayar uang tahunan sebesar Rp1,2 juta, uang bangunan Rp250 ribu, sewa lemari Rp200 ribu. Semua ini dibayar sekali dalam setahun. Ketika awal masuk di bulan Syawal. 


"Saat ini ada 22 rombongan belajar di Tsanawiyah dan Aliyah, belajar mulai pagi hingga adzan Dzuhur. Setelah itu kegiatan asrama, sore olahraga dan malam kegiatan asrama lagi," beber Guru Mursyid.


Sistem pimpinan di Pesantren Sa'adatuddarein menggunakan istilah mudir. Tidak menggunakan garis keturunan dalam proses suksesi kepemimpinan. Sehingga Mudir bisa dijabat oleh alumni Pesantren Sa'adatuddarein.


Mayoritas pengajar di Sa'adatuddarein merupakan alumni sendiri. Meskipun terkadang ada yang melanjutkan pendidikannya ke Timur Tengah dan kembali Jambi.


"Mudir IV Pesantren Sa'adatuddarein berasal dari Thailand yang bernama Guru Muhammad  Zuhdi, tepatnya dari Pattani, Thailand Selatan," tandasnya.