Daerah

Pesan Keseimbangan Dari Peristiwa Isra’ Mi’raj

NU Online  ·  Selasa, 24 April 2018 | 06:30 WIB

Pesan Keseimbangan Dari Peristiwa Isra’ Mi’raj

KH Abdullah Syamsul Arifin

Jember, NU Online
Peristiwa Isra’ Mi’raj, selain berkonten sejumlah perintah Allah,  secara “fisik” juga memberikan pesan tentang pentingnya manusia menjalin  hubungan dengan sesama sekaligus menjaga komunikasi dengan Allah. 

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua PCNU Jember, KH Abdullah Syamsul Arifin saat menyampaikan ceramah dalam Peringatan Isra’ Mi’raj 1439 H di TPQ Miftahul Ulum, Desa Sukoreno, Kecamatan Kalisat, Jember, Jawa Timur, Senin (23/4) malam.

Menurutnya,  Isra’ Nabi Muhammad diawali dengan perjalanan  menuju Palestina dengan start Mekah. Perjalanan tersebut  bersifat “datar” yang menggambarkan pentignya manusia menjalin hubungan dengan sesama (hablun minan nas). Setelah itu, Nabi Muhammad melakukan Mi’raj, naik ke Sidrotil Muntaha menghadap Allah (hablum  minallah).

“Jadi secara fisik, Isra’ Mi’raj itu memberikan  pesan bahwa kita wajib menjaga habungan dengan manusia sekaligus Allah. Itu adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” jelasnya.

Dikatakan,  manusia harus menjalin komunikasi yang baik dengan sesamanya. Sebab, manusia tidak mungkin hidup sendiri, betapapun hebatnya dia. Karena tidak bisa hidup sendiri, maka bergaullah dengan tetangga, sopan santunlah dengan siapapun.  Namun baik-baik dengan tetangga, belum cukup jika tidak menjalin hubungan yang baik dengan  Allah. 

“Saya kira kunci utama dan satu-satunya untuk meraih kebahagiaan dunia dan akherat adalah hablun minan nas dan hablun  minallah,” urainya.

Gus Aab, sapaan akrabnya, menambahkan bahwa salah satu cara untuk meraih  kesuksesan dalam menjalin hubungan dengan manusia dan Allah adalah dengan menerapkan prinsip tawazun (keseimbangan). Yaitu sebuah sikap untuk memilih titik tengah atau adil dalam menghadapi suatu persoalan, dalam hal apapun, tawazun itu penting. 

“Cinta kepada Allah dengan melakukan ibadah tanpa memikirkan urusan dunia, tidak bagus. Cinta kepada dunia dengan bekerja tanpa kenal waktu hingga melupakan shalat dan kewajiban yang lain, juga tidak baik,” urainya (Aryudi Abdul Razaq/Muiz).