Daerah

Pembid’ahan Rusak Keharmonisan Keluarga

NU Online  ·  Senin, 4 November 2013 | 01:31 WIB

Wonogiri, NU Online
Sikap fanatik buta dan gemar menuding bid’ah rupanya juga dapat berimbas pada hubungan keluarga. Di Wonogiri misalnya, kasus perceraian di sana di antaranya disebabkan karena perbedaan faham ataupun pemahaman agama yang sifatnya sepele (furu’iyyah).<>

Petugas Pengadilan Agama di Wonogiri, Siti Alimah, menuturkan meskipun tak banyak jumlahnya, namun perbedaan keyakinan atas nlai-nilai tradisi juga menjadi salah satu penyebab terjadinya perceraian.

“Yang paling aneh yang pernah saya alami adalah perceraian yang terjadi gara-gara perbedaan faham mengenai bancakan (selamatan). Kami sudah mencoba memediasi pasangan tersebut. tapi akhirnya gagal dan diputuskan cerai,” ungkapnya, belum lama ini.

Dia menjelaskan, persoalan tersebut muncul ketika sang suami bergabung dengan sebuah ormas keagamaan yang fanatik. Setelah itu, suami melarang istrinya untuk tidak mengadakan bancakan dan tradisi lain dengan berbagai dalih.

Tak hanya itu, mertuanya juga diminta untuk menghentikan kebiasaan selamatan. Namun, semua permintaan itu akhirnya ditolak, yang akhirnya kemudian berujung pada perceraian yang begitu dibenci Allah.

Fenomena tersebut tentu menjadi suatu yang memprihatinkan bagi kita. Karena sebuah fanatisme terhadap satu pemahaman, yang bahkan belum tentu benar, lantas mesti mengorbankan pernikahan nan sakral.

Terkait permasalahan ini, pengurus NU Laweyan, Kiai Amin Rasyidi, menjelaskan semestinya keduanya harus bisa saling menghargai. “Selama itu perbedaan dalam perkara furu’iyah, dan bukan persoalan fardlu ‘ain, maka semestinya suami memperbolehkan istrinya untuk menjalankan amalannya,” terangnya, Ahad (3/11).

Bagitu pula, semisal suami tidak memakai qunut, maka istri sebagai makmum juga harus mengikutinya.

Sikap saling menghargai perbedaan, khususnya dalam tataran permasalahan yang bersifat furu’iyyah tersebut, akan membuat harmonis sebuah keluarga. (Ajie Najmuddin/Anam)