Daerah

NU Se-Timur Daya Deklarasikan 8 Sikap Menolak Tambak Udang

Rab, 9 Oktober 2019 | 11:00 WIB

NU Se-Timur Daya Deklarasikan 8 Sikap Menolak Tambak Udang

Suasana pembacaan 8 sikap menolak tambak udang yang digelar oleh para Nahdliyin Se-Timur Daya MWCNU Sumenep, Madura (Foto: NU Online/ Hairul Anam)

Sumenep, NU Online

Para Nahdliyin Se-Timur Daya yang terdiri dari Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Gapura, Dungkek, Batang-Batang, dan Batu Putih mendeklarasikan pernyataan sikap terhadap pemborongan tanah besar-besar oleh investor di Desa Badur, Batu Butih, Sumenep, Selasa (8/10).

 

Pernyataan sikap yang dipandu oleh KH Kamalil Ersyad tersebut memuat delapan poin. Pertama, pemilik tambak udang PT. Hidup Sentosa Tambak Madura selama ini telah menggangu lahan warga yang menolak untuk dijual yang masuk rencana kawasan tambak. Kedua, keberadaan tambak udang tersebut telah memicu beberapa masalah sosial di Desa Badur, Batu Putih.

 

“Ketiga, pembangunan tambak udang itu tidak memilki dasar aturan konstitusi yang jelas. Hal ini terbukti bahwa pembangunan tambak tersebut ternyata tidak sesuai RTRW yang ada,” teriaknya.

 

Keempat, dalam Perda RTRW tersebut bahwa Desa Badur, Batuputih, masuk dalam kawasan perkebunan, bukan untuk tambak udang.

 

Kelima, tambak udang di Desa Badur, Batuputih akan menutup akses jalan warga menuju laut.

 

“Jadi, bagi warga yang ingin ke laut pada akhirnya harus menempuh jalan memutar karena jalan terdekat yang sejak dulu biasa mereka lewati telah digusur menjadi area tambak udang seperti yang terjadi di Lombang, Lapa Daya, dan Andulang,” tambahnya.

 

Keenam, limbah tambak udang akan menyebabkan pencemaran laut sebagaimana tambak udang di Desa Lombang, Lapa Daya, dan Andulang. Limbah yang dibuang ke laut menyebabkan air laut menjadi gatal, bau, dan membunuh ikan-ikan yang hidup di area laut tersebut.

 

Ketujuh, berdasarkan enam poin di atas, maka MWC NU Se-Timur Daya menolak pembangunan tambak udang tersebut karena dinilai banyak mudlaratnya daripada maslahatnya.

 

“Kedelapan, meminta kepada pemerintah daerah untuk mengkaji ulang pernyataan sikap yang telah kami sampaikan setahun lalu berkaitan dengan Perda RTRW, perizinan, investasi dan alih fungsi lahan serta bertindak tegas dan cerdas demi kemaslahatan rakyat Sumenep turun-menurun,” urainya.

 

Sebelum pernyataan sikap dibacakan, Wakil Ketua PCNU Sumenep, A Dardiri Zubairi mengungkapkan kegelisahan dirinya dan warga nahdliyin terhadap masa depan Sumenep jika tambang tersebut tidak dibatalkan.

 

Menurutnya, orang-orang Madura nantinya takut tersisihkan dari tanah kelahirannya sendiri. Hal serupa, katanya, telah terjadi kepada orang-orang asli betawi di Jakarta, mereka tersisih dari tanah kelahirannya.

 

“Selama ini para kaum kapitalis mulai menguasai lahan melalui wilayah pesisir. Ibarat makan bubur, mulai dimakan dari pinggir, kalau masih lapar, akan dihabiskan ke tengahnya," imbunya.

 

Kiai asal Gapura tersebut menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak pembangunan, yang mereka tolak adalah pembangunan yang merugikan rakyat, dan berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.

 

Lebih jauh, ia mengajak segenap masyarakat untuk tidak menjual tanahnya kepada para invesor, mengingat dampak buruk yang akan terjadi di kemudian hari.

 

Setelah pernyataan sikap selesai dibacakan, dilangsungkan dengan istighosah yang dipimpin oleh KH Taifur Ali Wafa.

 

Pewarta: Hairul Anam

Editor: Aryudi AR