Daerah

NU Merasa Mapan, Bisa Hancur

NU Online  ·  Kamis, 4 Juli 2019 | 06:30 WIB

Jember, NU Online
Tidak ada yang  membantah bahwa massa NU cukup bejibun. Bahkan jika merujuk pada hasil survei sejumlah lembaga survei, jumlah warga NU di Indonesia mencapai angka di atas 100 juta jiwa. Dengan jumlah yang besar itu, secara akal tidak susah bagi NU untuk menjadi yang nomor satu.  Sebab massa adalah modal kekuatan.

Namun kenyataannya, jumlah massa yang besar tersebut, belum bisa mengantarkan NU  menjadi satu kekuatan yang diperhitungkan, baik dari sisi ekonomi maupun politik.

“(Dari sisi politik), kalau umpama massa NU digerakkan semua, tentu banyak yang bisa kita ambil. Pilpres, Pilgub, Pilkada, dan pil-pil lain bisa kita ambil dengan gampang. Tapi kenyatanya tidak seperti itu,” ujar Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar saat memberikan tausiyah dalam Pelantikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kencong Periode 2019-2024 di aula gedung NU Kencong, Jember, Jawa Timur, Rabu (3/7).

Menurutnya, ada kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam NU. Salah satunya adalah merasa besar, dan mayoritas dibanding organisasi atau kelompok lain.  Sehingga malas untuk bergerak, karena sudah merasa unggul, menang dan perasaan superior lainnya.

“Yang begini ini sebenarnya adalah penyakit. Istilahnya (karena) kemapanan,” lanjutnya.

Kiai Miftah menambahkan, seseorang yang telah merasa mapan kerap kali dihinggapi penyakit malas. Dia merasa tak perlu lagi melakukan sesuatu karena sudah mapan, aman dan damai. Padahal di saat yang bersamaan orang kebanyakan bergerak, melakukan sesuatu untuk memperbaiki diri dan mengejar ketertinggalan.

“Di situlah sesungguhnya telah terjadi kemunduran,” tambahnya.

Berbeda dengan ketika kondisinya masih belum mapan. Semua dihitung dengan cermat, sekecil apapun akan diperhatikan. Tapi ketika sudah besar seringkali larut dengan kebesarannya tanpa pernah berusaha mengevaluasi diri.

“Terjadi penurunan semangat. Jumlah (massa) mungkin masih besar, tapi terjadi penurunan kewaspadaan,” pungkasnya. (Aryudi AR)