Daerah

'Ngaji Cengkir', Cara Lesbumi Mojokerto Kenang Dakwah Walisongo

Ahad, 22 September 2019 | 06:30 WIB

'Ngaji Cengkir', Cara Lesbumi Mojokerto Kenang Dakwah Walisongo

Ngaji Cengkir PC Lesbumi Kabupaten Mojokerto, Jatim. (Foto: NU Online/Syaiful Alfuat)

Mojokerto, NU Online
Pengurus Cabang (PC) Lembaga Seniman Muslimin Indonesia (Lesbumi) Kabupaten Mojokerto menggelar kegiatan dakwah dengan strategi Walisongo. Hal tersebut dinamai dengan Ngaji Cengkir (Ngecengno Pikir) sekaligus pembukaan forum yang dipusatkan di Pesantren Sirri Al-Laduni, Desa Temo, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
 
Seniman sekaligus budayawan, Imam Mahmudi Nabillah mengungkapkan bahwa tujuan kegiatan ini secara umum untuk mengingatkan kembali pada masyarakat bahwa harus paham sejarah bangsa Indonesia.
 
“Sejarah asal muasal segala budaya kita, tidak secara tiba-tiba menghukuminya dengan sesuatu yang taqlid, haram, bid'ah, syirik. Akan tetapi paham bagaimana asal muasal amaliah secara keagamaan dan secara kebudayaan itu berasal,” katanya, Sabtu (22/9). 
 
Dalam pandangan Gus Imm, sapaan akrabnya bahwa sebagai warga negara Indonesia harus melestarikan budaya dan tradisi sebagai identitas di tengah gempuran globalisasi, modernisasi dan tantangan zaman.
 
“Karena seakan mengesampingkan budaya dan lebih menyukai menggunakan simbol-simbol budaya asing sebagai identitas,” ungkapnya.
 
Dirinya juga mengajak dan menyosialisasikan serta memberikan tempat yang seluas-luasnya kepada warga NU untuk mengekspresikan jiwa spiritualitasnya dengan wujud kebudayaan serta tradisi bangsa untuk diaplikasikan dalam ritualitas ibadah keagamaan. 
 
“NU sangat adaptif dengan budaya, terbukti dengan adanya amaliyah tahlil, kenduri, manaqib barzanji, shalawatan, tabarrukan, ziarah dan sebagainya. Itu adalah bentuk akulturasi kebudayaan NU sebagai jamiyah, dengan budaya dan adat masyarakat setempat,” urainya.
 
Ayuhannafiq sebagai cendekiawan NU dan pakar sejarah mengajak semua kalangan untuk berdakwah dengan tetap menjaga kedamaian. “Bahwa kita sebagai bagian dari Nahdlatul Ulama bagaimana melakukan dakwah Islam rahmatan lil alamin yang sejuk, toleran dan damai,” katanya.
 
Karena dengan metode pendekatan secara kebudayaan dapat diterima segala elemen masyarakat. Terutama merangkul semua golongan, etnis, suku dan ras untuk bersama memupuk rasa persatuan dan kesatuan.
 
“Hal itu sesuai tema yang kita angkat dalam kegiatan kita ini merupakan upaya dalam melakukan metode dakwah di Mojokerto,” ungkapnya.
 
Moch Shofiyuddin selaku Sekretaris PC Lesbumi Kabupaten Mojokerto berharap dapat melaksanakan salah satu isi amanah dari Rakornas 3 Lesbumi PBNU, yakni membidik strategi dakwah NU melalui jalur kebudayaan seperti jaman Walisongo tempo dulu.
 
“Yakni menggunakan pendekatan kebudayaan dan tradisi Jawa seperti musik tembang-tembang, alat musik gamelan, wayang, ataupun pendekatan secara rohani spiritual dan mistik,” urainya.
 
Menurutnya, karena akhir-akhir ini isu stereotipe, primordial dan etnosentris berhembus kencang, Lesbumi ingin agar dengan kegiatan ngaji budaya bernamakan ngaji cengkir ini memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa. 
 
“Perlu kiranya rasa mencintai NKRI, dan menjaganya tertancap kuat dalam jiwa sehingga para jamaah dan mustami'in dapat mengingat kembali sejarah darimana berasal dan terbentuknya segala sistem kebudayaan yang ada dalam bangsa dan negara kita ini,” terangnya.
 
Pantauan media ini, jamaah sangat antusias mengikuti kajian. Mereka juga disuguhkan alunan musik tradisonal jawa semi modern khas grup shalawat "Perahu Kanjeng" yang menggetarkan jamaah maupun tamu yang hadir.
 
Cengkir PC Lesbumi ini menghadirkan narasumber seperti Gus Imm sebagai seniman dan budayawan majapahit, Ayuhannafiq selaku cendekiawan NU dan pakar sejarah, serta Disparpora Kabupaten Mojokerto.
 
 
Pewarta: Syaiful Alfuat
Editor: Ibnu Nawawi