Daerah

MUI Sumenep Tolak Kehadiran LDII

NU Online  ·  Jumat, 9 November 2007 | 09:12 WIB

Sumenep, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menolak kehadiran Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) karena diduga menganut aliran Islam eksklusif.

Ketua MUI Kabupaten Sumenep, KH Syafraji, mengakui jika kader dan pengurus LDII seringkali asuan (mendatangi) MUI untuk kembali kepada jalan yang benar atau "rujuk ilal haq" tapi niat baik itu belum bisa diterima sebelum dilakukan inspeksi mendadak (sidak) atau pengawasan secara menyeluruh (survie) terhadap kegiatan LDII.

<>

Menurut dia, kegiatan LDII jauh menyimpang dengan ajaran Islam yang mayoritas dianut banyak orang, semisal menganggap najis kepada orang lain sebelum dibaiat, menghalalkan praktek tukar menukar istri bagi amir (pimpinan), serta banyak prilaku lainnya yang masih butuh pemurnian.

"Jadi, sebelum LDII diterima, MUI butuh waktu dan akan memasukkan kegiatan didalam kelompok mereka," katanya.

Kegiatan dimaksud, sambugnya, semisal menjadi khotib salat Jumat maupun kegiatan keagamaan lainnya sehingga tidak lagi menjadi kelompok Islam eksklusif.

Ia mengatakan, dengan perilaku LDII yang tidak sama dengan organisasi keagamaan lainnya, masyarakat sempat akan melakukan anarkis kepada pengikutnya, tapi semua ulama masih mempertimbangkan dan melarang keras untuk main hakim sendiri.

Sedangkan agenda MUI ke depan, kata dia, akan melakukan komunikasi dengan aparat penegak hukum, yang meliputi kejaksaan, kepolisian, serta elemen lainnya termasuk Departemen Agama (Depag) guna membicarakan keberadaan LDII termasuk kemungkinan masuknya aliran sesat ke wilayah Sumenep.

Ia menambahkan, hingga saat ini belum ada aliran sesat yang meresahkan masyarakat, bahkan MUI terus melakukan pemantauan dan koordinasi hingga kepelosok desa guna mendeteksi aliran sesat yang sedang marak di tanah air.
 
Sementara itu, Ketua DPD LDII Kabupaten Sumenep, Drs Musaheri membantah jika masyarakat muslim yang tergabung dalam organisasi keagamaan LDII menganut Islam eksklusif.

"Sangat tidak benar jika LDII menganut Islam eksklusif," kata Musaheri yang juga PNS Diknas Sumenep ini.

Menurut dia, tidak seharusnya MUI menolak LDII, menjauhi, atau apriori, sebab, kegiatan LDII dilakukan secara terbuka di 13 pengurus anak cabang (PAC) dan tiga Pengurus Cabang (PC), yakni Kota, Kalianget dan Saronggi. "Silahkan masuki kegiatan LDII biar semuanya tahu yang sebenarnya,".

Menurut dia, jika masih ada anggapan tukar menukar istri, dan menganggap najis kepada orang lain, merupakan paradigma lama yang tidak sesuai dengan realita LDII saat ini.

Ia mengaku pernah mengundang MUI untuk tukar pendapat agar semua persoalan yang saat ini belum cair dapat difahami bersama dan terbangun ukhuwah Islamiyah tapi tidak pernah hadir.

LDII mempunyai AD/ART, kata dia, bahkan mempunyai program kerja yang jelas yang tidak bisa dirahasikan dan semua orang pasti mengetahuinya. "Kami hanya ingin menegakkan nilai-nilai Al-Quran dan al-Hadits," katanya.

Tapi jika ada perbedaan dalam menafsirkan hadits dalam persoalan ibadah, sambungnya, tidak ada masalah dan merupakan sikap yang sah, sebab, di NU sendiri juga seringkali terjadi perbedaan pandangan. (ant/san)