Daerah

MUI Keluarkan Fatwa Pembakaran Lahan Hukumnya Haram

NU Online  ·  Jumat, 21 September 2007 | 04:43 WIB

Banjarmasin, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa, haram hukumnya bagi orang yang melakukan pembakaran hutan dan lahan untuk kegiatan keutanan, pertanian, perkebunan dan lainnya yang mengakibatkan terjadinya kabut asap, kerusakan lingkungan, seta mengganggu kehidupan manusia.

"Fatwa tersebut sebenarnya dikeluarkan sejak beberapa bulan lalu, tetapi saat musim panas seperti sekarang ini akan disosialisasikan lebih gencar lagi," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Kalsel, Haji Rusdiansyah Asnawi ketika dihubungi di Banjarmasin, Jum’at.

<>

Menurut fatwa tersebut, tindakan pembakaran lahan sangat tidak dibenarkan, apalagi seperti sekarang ini disaat cuaca sangat panas, sehingga sedikit saja ada percikan api, bisa menjadi kebakaran  skala besar.

Fatwa MUI tersebut dikeluarkan sehubungan dengan semakin maraknya aksi pembakaran hutan yang merusak lingkungan, misalnya   hutan  menjadi gundul atau berubah menjadi padang alang-alang, sehingga saat musim hujan terjadi banjir, sebaliknya pada musim kemarau memicu kebakaran.

Dampak pembakaran hutan antara lain menimbulkan asap, menggangu transportasi udara, darat dan  laut, menganggu kesehatan manusia, proses belajar, bahkan sampai menjadi keluhan negara tetangga.

Disebutkan dalam fatwa tersebut, dasar agama yang tertulis di Al Qur’an menyebutkan tentang penciptaan kekayaan alam demi kemakmuran umat manusia dan tentang pemberian kemudahan bagi umat manusia untuk mengambil manfaatnya.

"Firman Allah yang berbunyi janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, serta firman Allah yang lain yang berbunyi apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, " ungkap bagian fatwa etrsebut mengutip hadis.

Fatwa MUI yang ditetapkan 13 Desember 2006 tersebut ditandatangani Ketua MUI Kalbar, KH.Bachhit Nawawi, Ketua MUI Kalteng KH Wahid Qasimy, Ketua MUI Kaltim KH Mujtaba Ismail serta ketua MUI Kalsel HM Asywadie Syukur serta Ketua Fatwa MUI Masing-masing daerah se Kalimantan.

Menurut Rusdiansyah, fatwa tersebut sebenarnya lebih ditujukan kepada pengelola perkebunan, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan pertanian skala besar, yang biasanya melakukan pembakaran untuk persiapan lahan tanam.

Berdasarkan catatan BMG Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru, cuaca Kalsel saat ini sangat panas karena matahari berada pada posisi ekuator di garis lintang 0 derajat.

Suhu yang panas tersebut juga terjadi akibat pengaruh lokal dimana Kalsel berada di wilayah tropis dengan tingkat pemanasan yang tinggi, selain ada pengaruh regional yakni terbentuknya tekanan rendah utara ekuator.

Dengan posisi regional demikian maka pembentukan awan dan hujan lebih cenderung berada di utara ekuator, sementara di selatan seperti di Banjarmasin dan sekitarnya suhu udara menjadi panas.

Dengan kondisi cuaca panas seperti, sambungnya, diperlukan kewaspadaan masyarakat Kalsel, karena biasanya bila suhu berada di atas 34 derajat Celsius dengan tingkat kelembaban di bawah 40 persen dan tidak ada hujan selama lima hari maka sangat rawan akan terjadi kebakaran lahan semak belukar, lahan pertanian, perkebunan dan hutan.

Akibat cuaca panas, sejauh ini hutan lindung Pegunungan Meratus sudah terbakar, begitu pula dengan Taman Hutan Raya Sultan Adam. (ant/bur)