Daerah

Mengurus NU Tak Sama Dengan Membuat Bedug

NU Online  ·  Rabu, 13 April 2005 | 00:25 WIB

Bandung, NU Online
Sebaik apapun sistem manajemen yang dimiliki organisasi tetap tidak akan membuahkan kemajuan berarti bila para pengurusnya tidak mengimplementasikan sistem tersebut secara sungguh-sungguh. Demikian pula dengan jam’iyah (organisasi) Nahdlatul Ulama di Jawa Barat, perkembangan dan kemajuannya akan sangat ditentukan dari kemauan yang kuat dari seluruh pengurusnya untuk menerapkan sistem manajemen yang dimilikinya.

Demikian, pendapat yang dikemukakan Wakil Ketua PWNU Jawa Barat bidang pengembangan SDM Drs. H. Moch. Surjani Ichsan, M.BA dalam acara Pengajian Lailatul Ijtima, Malam Rabu (12/04) di Bandung.

<>

Di wilayah NU Jawa Barat, pengajian tersebut  diselenggarakan secara rutin setiap bulan sekali, tepatnya Malam Rabu dalam  minggu pertama. Usai pengajian, seperti biasanya, dilanjutkan dengan acara dialog antara Pengurus NU dengan Lembaga, Lajnah dan Banom. 

Masalahnya, kata pengurus NU yang akrab dipanggil dengan Pak Sur ini, keinginan pengurus untuk mengimplementasikan sistem manajemen jam’iyah NU masih sangat kurang. Akibatnya, tambah Pak Sur, NU sebagai jam’iyah bukannya terawat, malah harus merawat para pengurusnya.

“Kalau tidak ada kemauan yang kuat secara bersama-sama untuk menerapkan sistem manajemen yang dimiliki, maka jam’iyah NU akan mengalami kemunduran, “ kata Pak sur, melanjutkan pembicaraan.

Menurutnya, pengurus yang baik, modalnya tidak cukup hanya semangat semata, melainkan harus terus aktif mengikuti seluruh proses pelaksanaan program  Jam’iyah.  Sebab, tambah Pak Sur, proses pelaksanaan program harus dievaluasi secara berkala, bisa bulanan, tiga bulan, enam bulan atau setahun sekali.

Bila proses tersebut dijalankan, tentu kita tidak perlu harus sering melihat sejumlah pengurus yang hanya datang beramai-ramai saat kampanye, membuat program dan visi-misi dalam tiap konferensi atau Muktamar lima tahun sekali.

Sederhananya, kendati pengurus NU mafhum bahwa mereka harus aktif menjalankan roda jam’iyah untuk meningkatkan kualitas keberagamaan dan memperjuangkan kesejahteraan sosial ekonomi selama rentang periode kepengurusan, tak jarang praktiknya seperti pembuatan bedug, di depan dan dibelakang ditutup rapat-rapat, sedangkan di tengah dibiarkan kosong. 

Karena itu, menurut Pak Sur, jam’iyah NU harus mempunyai manajemen kepemimpinan yang jelas dan terarah, baik di tingkat Syuriah atau Tanfidziyah. “Jamiyah NU melalui pengurusnya harus mempunyai perencanaan srategis, termasuk konsep tentang jama’ah dengan Mabadi Khairu Ummah, termasuk mengukur dan menganalisa serta mengelola pengetahuan, memiliki SDM yang handal, mengelola proses jam’iyah  agar dalam aktvitas jam’iyah NU dapat menghasilkan  organisasi keagamaan yang Rahmatan Lil Alamiin,” lanjut Pak Sur yang pensiunan pejabat di PT Telkom Tbk ini.

Lantas bagaimana peran pimpinan NU dalam kaitan dengan penerapan manajemen itu, menurut Pak Sur, pimpinan NU harus menanyakan dan mendengar  laporan kerja dari masing-masing pengurus dari Jam’iyah NU. Dalam hal ini, lanjut Pak Sur, hubungan antara pimpinan dan anggota pengurus lebih bersifat transparan dalam segala hal. 

Apabil proses dan tahapan tersebut sudah berjalan, tambahnya, pengurus NU akan lebih tanggap mengahadapi segala macam tantangan, baik dalam lingkungan yang kompetitif (penuh persaingan: Red.), tantangan strategis maupun perbaikan sistem kinerja jam’iyah NU. “Tantangan dalam lingkungan kompetitif misalnya, posisi kompetitif NU, faktor penentu dalam kompetisi dan hbungan spesifik NU dengan lingkungannya. Sedangkan yang bersifat strategis di antaranya tantangan dalam penyelenggaraan organisasi, struktural dan kultural, pendanaan organisasi, kerjasama kemitraan dan fatwa kemashlahatan umma,” papar Pak Sur memungkasi pembicaraannya. (udin-Kontributor Bandung)