Daerah

Melihat Panen Padi Organik Petani NU di Banyumas Jawa Tengah

Sel, 25 Juli 2023 | 17:00 WIB

Melihat Panen Padi Organik Petani NU di Banyumas Jawa Tengah

Petani Banyumas saat panen padi organik. (Foto: NU Online/Kendi Setiawan)

Banyumas, NU Online

Petani di Banyumas Jawa Tengah kembali menikmati hasil dari upaya mengembangkan padi organik. Seratus hari setelah masa tanam, padi berjenis IR Mawar di lahan seluas 100 ubin atau 1.400 meter persegi itu pun dipanen pada Ahad (23/7/2023).


“Umumnya usia padi IR Mawar ini 110 hari, tapi karena sekarang masuk musim kemarau, pada usia 100 hari sudah kami panen,” kata Warseno, pemilik lahan pertanian di Dusun Ciruas, Desa Cihonje, Kecamatan Gumelar, Banyumas.


Warseno menyebutkan dirinya sudah 5 tahun ini menggunakan sistem pertanian organic di lahan miliknya. “Setelah pakai sistem organik, kami bisa memperoleh antara 900 kilogram sampai 1 ton gabah kering per sekali musim tanam,” ujarnya.


Jumlah itu menurutnya lebih banyak dibandingkan ketika dirinya belum menggunakan sistem organik, padahal dengan biaya yang lebih tinggi. “Kalau pakai sistem organik lebih hemat karena tidak ada biaya untuk membeli pupuk kimia,” kata pria yang sering dipanggil Warseno Etawa karena juga mengembangkan peternakan kambing jenis Etawa.


Tahap-tahapan padi organik

Salah satu pengurus Lembaga Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Kabupaten Banyumas itu menjelaskan tahap-tahap pertanian organik yang dikembangkannya. Pada tahap persiapan lahan, setelah lahan digemburkan dengan mesin traktor, lahan ditaburi dengan pupuk dasar berupa pupuk kandang atau kotoran hewan (hewan) yang telah difermentasi. 


“Pemberian kohe ini waktunya satu minggu sebelum lahan ditanami,” urainya.


Pemberian kotoran hewan sebelum padi ditanami bertujuan agar padi langsung mendapatkan nutrisi akan mendapatkan makanan padi tersebut.


Selanjutnya tanaman padi yang mulai meninggi diberikan pupuk organik cair (POC) yang juga diproduksi sendiri. 


“POC yang kami gunakan dari buatan sendiri berbahan ecoenzim dari hasil fermentasi buah-buahan dan limbah pertanian yang biasanya tidak dimanfaatkan, seperti kulit jeruk, kulit nanas, kulit papaya, kulit pisang. Bahan-bahan itu difermentasi dengan gula merah dari sumber mata air selama 3 bulan,” bebernya.


“Pemupukan dengan disempreot menggunakan POC cukup satu kali di awal saja,” lanjutnya.


Di antara tanaman padi biasanya tumbuh rumput pengganggu. Untuk mengatasi hal itu, dilakukan pencabutan rumput setelah padi berusi 50 hari. “Dicabuti rumputnya, istilah di sini diwatun. Rumputnya juga ikut subur langsung dimasukkan ke dalam tanah agar setelah busuk langsung menjadi organik,” kata Warseno yang pernah mengikuti pelatihan di Australia.


Untuk menanggulangi hama pada tanaman padi, Warseno menyiapkan pengusir hama juga dengan bahan-bahan alami.  “Kami lakukan penyemprotan pestisida buatan sendiri dengan tanah yang ada di bawah pohon pisang, tanah yang mengandung ulat pakan burung yang hasilnya dicuci. Lalu digunakan untuk menyemprot hama seperti ulat dan belalang,” beber pria yang sering diundang menjadi narasumber pertanian ini.


Warseno mengaku ada beberapa petani padi organik baik di Kecamatan Gumelar maupun di Banyumas. Menurutnya meskipun pertanian organik lebih sehat dan lebih hemat biaya, dan para tetangga melihat hasilnya, mereka lebih sering sekadar berkomentar, “Wah padinya bagus ya?” tetapi sedikit yang tergerak untuk menggunakan pola organik.


“Memang padi organik menurut saya lebih hemat, lebih menguntungkan, lebih sehat. Tapi mungkin perlu ketelatenan. Ada yang sekali mencoba, hasilnya belum baik, mereka bosan dan menganggap pertanian organik tidak tepat,” ungkapnya.


Untuk itu Warseno memberikan tips, “Jangan sekaligus mengubah pola biasa menjadi pola organik. Lakukan dengan bertahap, artinya di tahap awal masih menggunakan pupuk pabrik, jadi sebagai campuran.”


Selain itu penerapan pola organik juga tidak bisa hanya dicoba dalam satu kali musim tanam. “Untuk padi perlu dicoba 1,5 tahun, akan terlihat hasilnya,” jelasnya.


Pewarta: Kendi Setiawan