Daerah

Mahasiswa NU di UI Dirikan Paguyuban Alumni Pesantren

NU Online  ·  Ahad, 16 November 2014 | 03:32 WIB

Depok, NU Online
Puluhan mahasiswa di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, dari berbagai fakultas selepas jam kuliah berbondong-bondong menuju gedung Pusat Studi Jepang, kampus setempat, Jumat (14/11). Mereka hendak berdiskusi dengan para alumni pesantren.
<>
Dalam kesempatan itu pula berdiri paguyuban Keluarga Mahasiswa Alumni Pesantren (Kemantren) UI. Selain para santri, peserta diskusi juga terdiri dari alumni Ikatan Pelajar NU (IPNU), Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU), serta beberapa mahasiswa lain yang penasaran dengan kultur santri.

“Kita menyadari bahwa teman-teman santri di UI cukup banyak. Namun sayang kebanyakan dari mereka masih kesulitan untuk mencari sesama santri ketika berada dikampus UI. Oleh sebab itu, kami merasa perlu ada paguyuban semacam ini sebagai wadah silturahmi antarsantri,” tutur Fuad, alumni Pondok Pesantren Tambakberas Jombang, Jawa Timur.

Hal senada juga disampaikan oleh beberapa santri yang lain. Mayoritas mengakui berasal dari daerah yang jauh, dan masa awal memasuki lingkungan kampus UI kerap mengalami suasana berbeda atau shock culture lantaran pergaulan yang amat bebas.

Ahmad munir dari Pimpinan Pusat IPNU pusat saat menjadi pembicara menjelaskan tentang pentingnya bergabung di NU dengan pikiran yang sadar.

“Apabila kita sudah memutuskan untuk menjadi mahasiswa maka jangan anggap lagi bahwa diri kalian adalah sama dengan yang lain. Begitu pula ketika kalian memutuskan bahwa NU menjadi ideologi hidup kalian, jangan lagi beralasan memilih NU hanya karena sekadar keturunan, kultur, ataupun ikut-ikutan. Tapi kita harus memahami NU dengan alasan-alasan yang rasional. Jika sudah demikian, maka tidak ada pilihan lain kecuali menggerakkan NU,” katanya.

Dijelaskan pula bahwa jika mengacu pada definisi santri yang diutarakan Clifford Geertz, maka pengikut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Wahabi, bahkan ISIS, bisa masuk kategori santri.

“Namun apabila santri yang kita maksud di sini adalah santri ala Nahdliyin yang memang dididik di kalangan pesantren dan para kiai. Pasti mereka memiliki karakter yang berbeda," tambah Ivan, salah satu peserta diskusi. (Red: Mahbib Khoiron)