Kudus, NU Online
Ma’had Aly Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus, Jawa Tengah memulai perkuliahan mahasiswa baru dengan menggelar kuliah umum (jalsah ula) tahun akademik 1440 H / 1441 H. Berbeda dengan perguruan tinggi pada umumnya, menggelar kuliah umum dengan seremony dan penataan ruang yang cukup rapi. Tetapi tidak dengan Ma'had Aly TBS Kudus cukup dengan lesehan.
Jalsah ula dilangsungkan di Aula Pondok Ath–Thullab, Rabu (10/7/2019). Kuliah umum dibuka oleh Mudir Ma’had Aly TBS, KH Ahmad Faiz, sedangkan Moh. Fauzi dari UIN Wali Songo Semarang yang didaulat menjadi narasumber memaparkan materi berjudul Membumikan Tradisi Keilmuan As-Salaf Ash-Shalih di Dunia Akademik.
"Kritik dan berpikir kritis, menunjukkan terjadinya perbedaan pendapat antara satu orang dengan orang lain, yang disertai argumentasi (dalil) yang menguatkan masing-masing pendapatnya," kata Moh. Fauzi.
Dalam catatan sejarah, ungkapnya, budaya kritik sudah dicontohkan oleh as-salaf ash-shalih (generasi terdahulu yang baik). As-Salaf Ash-Shalih di sini merujuk pada generasi Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’it Tabi’in.
"Sejarah mencatat, para sahabat telah memberikan masukan yang substansinya merupakan ‘kritik’ terhadap kebijakan yang diambil Rasulullah. Salah satu contohnya, Umar bin Khattab mengritik beberapa pasal dalam 'Perjanjian Hudaibiyah' yang menurutnya merugikan kepentingan umat Islam," jelasnya.
Dijelaskan, mulanya Umar menyampaikan pendapatnya kepada Abu Bakar. Lantaran tidak puas, Umar pun mengritik isi Perjanjian Hudaibiyah di hadapan Rasulullah.
Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Wali Songo tersebut menambahkan, kritik dan perbedaan pendapat juga terjadi di dunia ushul fiqih. Contoh yang popular, adalah kritik Imam Syafi’i terhadap penggunaan metode istihsan yang diagung-agungkan kelompok ulama’ Hanafiah.
"Kritik itu diungkapkan dengan statement innama al-istihsan taladzdzudz, demikian pula dengan Imam Ghazali, yang mengritik penggunaan istihsan dengan menisbatkan perkataan Imam Syafi’i man istahsana faqad syara’a (orang yang menggunakan istihsan itu berarti telah membuat syari’at baru)," tandasnya.
Moh. Fauzi melanjutkan, belajar dari tradisi kritik dan berbeda pendapat yang dipraktikkan as-salaf ash-shalih¸ maka sivitas akademika Ma’had ‘Aly seyogyanya membumikan tradisi tersebut di dunia akademik.
"Sebab, santri Ma’had ‘Aly adalah mahasiswa plus, yakni santri sekaligus mahasiswa dan mahasiswa sekaligus santri," pungkasnya. (Qomarul Adib/Muiz)