Daerah

Lebaran sebagai Sarana Memperkuat Persaudaraan

NU Online  ·  Rabu, 20 Juni 2018 | 03:30 WIB

Jember, NU Online  
Lebaran  kali ini hendaknya dijadikan momentum bagi umat Islam untuk  mendorong terciptanya persaudaraan atau ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah. Sebab, tantangan dan godaan politik saat ini sungguh luar biasa, dan sangat berpotensi menggerogoti kerukunan umat Islam. 

Hal tersebut diungkapkan Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Pergerakan Mahasiswa Isalam Indonesia (PMII) Cabang Jember, Jawa Timur, Akhmad Taufiq kepada NU Online di kediamannya, Rabu (20/6).

Menurutnya, ukhuwah islamiyah tak boleh luntur. Sebab umat Islam merupakan penduduk mayoritas di negeri ini. Sehingga jika persaudaraan umat Islam tercabik, pasti berimplikasi terhadap  kedamaian dan ketenangan bangsa.

“Karena itu, lebaran kali ini perlu dijadikan momentum untuk memperkokoh ukhuwah islamiyah,” tukasnya.

Ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjamin Mutu (LP3M) Universitas Jember itu berharap agar perayaan Idul Fitri tidak sekadar dijadikan luapan kegembiraan setelah sebulan berpuasa. Tapi juga dapat membangkitkan spirit sosial dan politik  tentang kebersamaan dan  persaudaraan di tengah polarisasi pandangan dan pilihan politik menyongsong pemilihan kepala daerah 27 Juni  mendatang. 

“Dalam konteks itulah diharapkan masyarakat khususnya di Jawa Timur bersikap dewasa dan demokratis  dalam menghadapi even politik, sehingga persaudaraan tetap terjaga meski berbeda pilihan,” jelas Taufiq.

Ia menegaskan, idealnya puasa dapat  memberikan pelajaran  tentang pengendalian hawa nafsu. Sebab salah satu tujuan substansialnya adalah mengendalikan hawa nafsu manusia dalam segala bentuknya, termasuk nafsu politik. Nafsu politik yang berlebihan di kalangan  masyarakat  awam sering kali mengkristal sebagai fanatisme buta dalam mendukung  seseorang. Akibatanya, setiap orang yang berseberangan secara politik dianggap musuh.

“Ini tidak benar. Puasa seharusnya bisa  menetralisir  itu. Sekarang sudah bukan zamannya terlalu fanatik kepada manusia, kecuali kepada Nabi Muhammad,” pungkasnya. (Aryudi Abdul Razaq/Ibnu Nawawi