Daerah

Lakpesdam NU Jabar: Demokrasi Terbajak Populisme

NU Online  ·  Sabtu, 29 Desember 2018 | 20:28 WIB

Bandung, NU Online
Lakpesdam PWNU Jawa Barat kembali menggelar Diskusi Publik Bulanan. Kali ini bertema Demokrasi Era Pasca Kebenaran dengan narasumber Hawe Setiawan (Dosen FISS Unpas), Cecep Burdansyah (Pemred Tribun Jateng), dan Acep Iwan Saidi (dosen FSRD ITB) di Wisma Mukti V no 2 Bojongsoang, Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu.

Ketua Lakpesdam NU Jawa Barat menyampaikan berlangsungnya diskusi tersebut kepada NU Online, Sabtu (29/12). Menurut Asep, Cecep Burdansyah mengatakan bahwa demokrasi jadi jalan keluar dari gagalnya sistem monarki, oligarki, bahkan teokrasi yang menjunjung prinsip-prinsip ilahiah. Di area FC yang sempit dan jumlah penduduk masih sedikit, seperti negara Kota Athena, demokrasi tidak mendapat tantangan yang serius.

Tapi, lanjutnya, di negara yang areanya luas dan jumlah penduduk besar serta budaya dan kepentingan yang aneka ragam, demokrasi diuji elastisitasnya. Banyak pakar, antara lain Amartya Sen, menemukan fakta sistem otoriter membuat rakyat miskin, contoh kasus Korea Utara dan negara-negara miskin di Afrika, sementara demokrasi jadi jalan keluar untuk mengatasinya.

"Tapi bagaimana dengan Indonesia yang keluar dari sistem orba yang mencengkram, dan 18 tahun reformasi belum menunjukkan demokrasi jadi jalan keluar bagi kemiskinan. Apakah sistem demokrasi yang tidak kompatibel untuk negara yang sangat luas, berpulau-pulau, jumlah penduduk yang besar, budaya yang beragam dan aneka kepentingan yang saling bertumbuk, atau karena arus balik dari para penunggang yang piawai membelokkan demokrasi untuk memapankan agenda-agenda terselubungnya yang jauh dari cita-cita pembukaan UUD 1945?"

Pertanyaan Cecep ini mendapat jawaban beragam dari peserta diskusi. Ada yang  pesimistis melihat Indonesia ke depan terutama dikaitkan dengan kebangkitan populisme. Ada juga yang tetap optimistis terutama dikaitkan dengan arus utama keagamaan masyarakat sipil di Indonesia yang masih berlanggam moderat seperti ditampilkan NU dan Muhammadiyah.

Sementara Hawe Setiawan menyebut demokrasi era pasca-kebenaran berada di persimpangan. Fundamentalisme pasar dan agama menjadi ancaman yang bisa memberangus kewargaan yg lapang. Populisme yg dimainkan Trump sedang diujicobakan di sini. Politik lebih banyak memproduksi ketakutan dan akhirnya kecemasan menyergap ruang publik. 

"Dibutuhkan kesanggupan menata kebersamaan dan mentertawakan diri," Kata Hawe. Atau dalam tanggapan Mathori Elwa sebagai salah seorang peserta diskusi, "Kita harus bergembira bukan hanya dalam beragama namun juga dalam melihat seluruh peristiwa yang terjadi di Indonesia." (Abdullah Alawi)