Daerah

Ketika Bupati Pringsewu Berbicara tentang Santri, Sarung, dan Pancasila

Sel, 1 Oktober 2019 | 11:00 WIB

Ketika Bupati Pringsewu Berbicara tentang Santri, Sarung, dan Pancasila

Bupati Pringsewu, KH Sujadi memimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2019. (Foto: Humas Pemkab Pringsewu)

Pringsewu, NU Online
Bupati Pringsewu, Lampung KH Sujadi mengajak para santri untuk menjadi sosok yang bermanfaat bagi orang lain. Di manapun para santri berada harus mampu beradaptasi dengan baik serta peka terhadap lingkungan sekitar. Layaknya sarung yang memang identik dengan sosok santri Indonesia. 
 
“Sarung itu multifungsi. Bisa dipakai pagi, siang, ataupun malam. Bisa untuk beribadah, bisa untuk santai, dan nyaman untuk dipakai,” kata Bupati yang juga Wakil Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung ini saat berdiskusi dengan Panitia Hari Santri 2019 Kabupaten Pringsewu di kediamannya di Desa Gemah Ripah, Pagelaran, Pringsewu, Senin (30/1) malam.
 
Sarung saat ini pun menjadi pakaian identitas santri yang dengan berbagai modifikasi, mampu memiliki sentuhan seni tersendiri. Sarung dapat dipadukan dengan seni Tari Sarung misalnya, bisa untuk permainan "Ninja-ninjaan" seperti yang sering dilakukan anak-anak zaman dulu.
 
“Saat ini motif sarung pun sudah beragam. Berbagai jenis pakaian seperti baju dan celana pun menggunakan motif sarung,” tambah kiai yang akrab disapa Abah Sujadi ini.
 
Hal ini menjadi contoh bahwa santri adalah sosok yang fleksibel, tidak kaku dalam berfikir (moderat) sehingga keberadaannya pun dicintai oleh orang-orang di sekitarnya. Apalagi santri Indonesia yang hidup dalam keragaman agama, suku, dan bahasa harus mampu membawa nilai-nilai moderatnya untuk perdamaian dunia. Hal ini sesuai dengan tema besar Hari Santri tahun 2019 yakni Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia.
 
Pola pikir moderat, lanjutnya, menjadi penting di era keterbukaan informasi dan kebebasan mengekspresikan opini tanpa batas saat ini. Derasnya informasi membuat banyak orang mudah terprovokasi oleh berbagai informasi, khususnya di media sosial karena tidak bisa menyaring dan minim tabayyun atau klarifikasi.
 
Alih-alih mendapatkan informasi yang benar, para warganet yang tidak peka terhadap keabsahan sebuah informasi akan dapat terjerumus kepada pemahaman salah. Di antaranya adalah paham radikalisme yang ditandai dengan merasa paling benar dan mengabaikan hak-hak dasar orang lain. Paham radikalisme dan sejenisnya ini sangat bertentangan dengan Pancasila.
 
Hal inilah yang diingatkan Abah Sujadi kepada para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu. Ia menegaskan bahwa ASN yang tidak mencintai dan menerima Pancasila dan bahkan berani merongrong, menghina, dan melecehkan Pancasila beserta simbol-simbol negara untuk segera hengkang dari Pringsewu. 
 
“Hari ini juga akan saya tandatangani surat pindahnya dari Pringsewu,” tegas Abah Sujadi pada keesokan harinya saat bertindak sebagai inspektur upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di lapangan pemkab setempat, Selasa (1/10).
 
Bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap Pancasila maupun simbol-simbol negara ini terangnya termasuk yang melalui media sosial. Ia mengingatkan para ASN agar dapat menjadi contoh dalam mencintai negara dan kokoh untuk menghalau paham-paham radikal bermotif agama.
 
“Momen peringatan Hari Kesaktian Pancasila ini harus dikokohkan kembali kesadaran dan kecintaan kepada Pancasila. Salah satunya dengan bersyukur dan menjalankan amanat para pejuang, dengan hidup berdampingan secara damai, harmonis dan toleransi dengan yang berbeda latar belakang suku, agama, ras, adat istiadat dalam bingkai NKRI, sekaligus mengikis benih dan timbulnya paham radikalisme,” pungkasnya.
 
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori