Jember, NU Online
Peristiwa Isra’ Mi’raj sungguh merupakan peristiwa yang sangat luar biasa. Peristiwa tersebut terjadi ketika teknologi masih terbelakang dan dunia masih gelap. Sehingga wajar jika banyak yang gagal paham akan kebenaran peristiwa tersebut.
Bagaimana tidak, jarak dari Masjidil Haram (Mekah) ke Masjdil Aqsa (Palestina) sekitar 1.500 kilomter, dan biasa ditempuh dengan waktu 40 hari 40 malam. Sedangkan Nabi Muhmmad menempuhnya, bahkan naik ke Sidrotil Muntaha hanya dengan waktu sepertiga malam.
Namun bagi orang yang beriman, peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu harus diterima sebagai sebuah kebenaran walaupun tidak masuk akal.
Demikian disampaikan Wakil Sekretaris PCNU Jember, Moch Eksan saat memberikan ceramah dalam Peringatan Isra’ Mi’raj di TPQ Hidayatul Mubtadi’in, Dusun Sumbernangka, Kecamatan Ledokombo, Jember, Senin (23/4) malam.
“Ajaran Islam itu terbagi dua, yakni ta’aqquli (diterima dengan akal) dan ta’abbudi (diterima dengan hati). Maka ketika itu, Isra’ Mi’raj diterima dengan hati karena akal tidak mampu menjawabnya,” ujarnya.
Namun seiring dengan kemajuan teknologi, logika peristiwa Isra’ Mi’raj itu bisa dijelaskan dengan “teori kecepatan”, baik kecepatan suara maupun cahaya. Teknologi transportasi udara misalnya bisa menjelaskan fisibilitas perjalanan Rasulullah itu.
Sekian tahun yang lalu, pesawat Concorde yang sudah pensiun itu mampu terbang dengan kecepatan 2.200 kilometer/jam. Bahkan yang mutakhir ada pesawat yang lebih cepat dari itu, yakni pesawat Antipode yang bisa terbang dengan kecepatan 26.000 kilometer/jam.
“Jadi teori kalam yang menyebutkan bahwa Rasulullah itu melakukan Isra’ Mi’raj hanya dengan rohnya, karena tak logis bila dengan jasadnya, runtuh dengan sendirinya. Karena kemajuan teknologi sudah menjawabnya,” urainya.
Menurut penulis buku Kiai Muchit, Kiai Kelana itu umat Islam wajib percaya bahwa Rasulullah melakukan Isra’ dan Mi’raj dengan jasad dan rohnya sekaligus. Itu adalah satu dari sekian tanda kebesaran Allah Yang Maha Kuasa untuk memperlambat dan mempercepat waktu serta maha kuasa memperpendek dan memperpanjang jarak. Isra’ Mi’raj adalah sebuah peristiwa legendaris sekaligus mandataris.
“Sebuah perjalanan yang membuahkan perintah shalat lima waktu. Shalat yang khusyu’ dan thuma’ninah akan menjadi pintu kebahagiaan dan kemenangan atas umat lain,” pungkasnya (Aryudi Abdul Razaq/Muiz).