Daerah

Inspirasi Tokoh Semar dan Bijaknya Wali dalam Berdakwah

Ahad, 15 Maret 2020 | 13:30 WIB

Inspirasi Tokoh Semar dan Bijaknya Wali dalam Berdakwah

Wakil Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Pringsewu KH Anwar Zuhdi saat Ngaji Ahad (Jihad) Pagi di aula gedung NU Pringsewu, Lampung. (Foto:NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Banyak sekali makna filosofi yang bisa diambil dari budaya wayang yang dijadikan para Wali Songo untuk mengislamkan penduduk Nusantara. Cerita dan tokoh yang ada dalam pewayangan mampu menyuguhkan pelajaran hidup dan hikmah yang bisa diaplikasikan untuk mewujudkan ketenangan hidup.
 
Di antara filosofi yang bisa dipetik hikmahnya adalah filosofi salah satu karakter wayang yakni Semar. Tokoh wayang ini memiliki filosofi “mbegegeg, ugeg-ugeg, hemel-hemel, sakdulito, langgeng”. Kata-kata ini ada dalam setiap kemunculan Semar dalam pewayangan. 
 
Mbegegeg berarti diam, ugeg-ugeg berarti bergerak, hemel-hemel berarti makan, sakdulito artinya hanya sakdulito (sangat sedikit), dan langgeng bermakna awet atau berkah. Artinya jika ingin makan, jangan hanya diam, tapi bergerak atau bekerjalah, biarpun sedikit jika itu hasil jerih payah dari kerja, maka akan membawa keberkahan dalam hidup.
 
"Makna filosofi ini mengajarkan kita bahwa jika kita ingin bisa sejahtera, maka harus bekerja dan tidak berpangku tangan, walaupun hasilnya sedikit jika itu hasil dari pekerjaan dan usaha yang halal, Allah akan mencukupi semua kebutuhan kita," kata Wakil Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Pringsewu KH Anwar Zuhdi saat Ngaji Ahad (Jihad) Pagi di aula gedung NU Pringsewu, Lampung, Ahad (15/3).
 
Inilah yang menurutnya menjadi contoh nyata sikap bijak para wali yang menunjukkan inti dari beragama dan berdakwah dengan hikmah. Sikap inilah yang terus diwariskan oleh kiai Nahdlatul Ulama yang diwujudkan dengan tidak memgumbar dalil-dalil namun dengan sikap yang penuh tauladan.
 
Ia mengisahkan juga seorang pendeta yang sudah lama sakit mata. Ia sudah ke mana-mana untuk berobat namun tak mendapatkan kesembuhan. Akhirnya ia menemui seorang kiai dan minta saran apa yang harus ia lakukan.
 
"Seringlah berwudlu dan saat membasuh muka buka matamu agar air dapat masuk kesela-sela matamu," kata kiai itu kepada sang pendeta.
 
Pendeta itu pun mengikuti saran sang kiai. Dan setelah beberapa kali berwudlu, matanya pun berangsur-angsur membaik dan akhirnya bisa sembuh. Ia pun sangat senang dan dengan ini ia mendapatkan hidayah masuk Islam.
 
"Sang kiai tidak perlu memberi banyak dalil. Tapi dakwah bilhikmah lah yang lebih memberi kemaslahatan," kata Abah Anwar yang pada kesempatan tersebut membahas Kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali.
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin