Semarang, NU Online
Bertempat di Masjid Al-Falah Genuk, Semarang, Jawa Tengah, suasana hangat terlihat dari peserta kajian rutin Majlis Dzikir Rijalul Ansor Kecamatan Genuk, Sabtu (13/11). Kali ini bekerja sama dengan Komunitas Lincak Jebol (KLJ) menghadirkan Prie GS, seorang budayawan yang sudah tak asing lagi.
Prie GS berkolaborasi dengan Katib Syuriah PCNU Kabupaten Demak, Kiai Muhammad Ajib yang juga pendiri BMT Mitra Hasanah. Kajian santai tapi berbobot ini dipandu oleh Abuya Monib el Shirozy, penulis buku Rasulullah's Business School.
Meneruskan kajian pada waktu Harlah GP Ansor ke-84 tentang ekonomi kreatif untuk kemaslahatan umat Kiai Muhammad Ajib mencotohkan bahwa jika ingin kaya tanpa modal, maka jadilah pembicara. Berbicara di depan umum juga dapat dikategorikan sebagai sebuah keterampilan. Bahkan dalam pandangan beliau kekuatan berbicara dapat mengubah suatu peradaban. Soekarno dengan kemerdekaan Indonesia, Hitler dengan Nazi Jerman, Bung Tomo dengan revolusi arek-arek Surabaya.
"Seorang yang ingin menjadi pembicara harus punya ide atau gagasan yang banyak. Maka perbanyak referensi dengan membaca buku dan membaca alam menjadi menu wajib bagi mereka yang ingin punya banyak gagasan," katanya.
Sementara itu, Prie GS mengatakan bahwa menjadi kaya harus punya rasa kemlinthi (aktif/percaya diri). Apa yang disebut kemlinthi itu dapat menjadi suatu benteng pertahanan diri dari rasa rendah diri terhadap suatu keadaan inferiority complex. Ini adalah kondisi psikologis di tingkat alam bawah sadar, ketika suatu pihak merasa lemah atau lebih rendah dibanding pihak lain. Atau ketika ia merasa tidak mencukupi suatu standar dalam sebuah sistem.
"Kemlithi inilah yang diterapkan pahlawan nasional KH.Agus Salim ketika berhadapan dengan penjajah. Dengan tubuh yang kecil beliau tetap berani membusungkan dada dengan rokok di tangannya ketika beliau berhadapan dengan penjajah. Gestur tubuh inilah yang membuat orang menjadi sangat percaya diri," papar Prie.
Rasa kemlinthi tepat diterapkan ketika menghadapi sistem kapitalis yang sudah mengakar dalam suatu perekonomian. Kepercayaan diri inilah yang akan membuat kita berfikir bahwa kita akam mampu melawan kapitalis. Dengan kekuatan market atau pasar yang jelas yakni Nahdliyin, Ansor dapat memberikan edukasi terlebih dahulu mengenai kekuatan ekonomi umat melalui prinsip idiologi.Â
Nahdliyin harus diberikan pemahaman tentang prinsip idiologi ekonomi ini. Jika prinsip idiologi ini digarap dengan bagus dengan sasaran market yang sudah jelas yakni Nahdliyin, maka jaringan ini akan membentuk suatu lingkaran kekuatan ekonomi. Nahdliyin harus diberi kesadaran bahwa sudah saatnya dengan kekuatan massa yang besar kita perkuat ekonomi dengan saling memberikan kemanfaatan antara Nahdliyin dengan program Ansor nantinya.
Menutup diskusi yang banyak diselingi dengan humor cerdas dan berkelas, Abuya Monib el Shirozy memberikan simpulan bahwa ada dua hal yang membuat seseorang sukses, yaitu jujur pada diri sendiri dan tulus kepada orang lain
"Siapa yang berpikir besar, maka ia besar," pungkas Abuya Monib. (Fajar Shahibudin/Kendi Setiawan)