Daerah

Hampir Punah, ISNU dan Lesbumi Jember Pelopori Pelestarian Macapat

Rab, 17 Maret 2021 | 06:00 WIB

Hampir Punah, ISNU dan Lesbumi Jember Pelopori Pelestarian Macapat

Suasana Sakola Mamaca di Pesntren Asy-Syifa’, Cumedak, Sumberjambe, Kabupaten Jember. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)

Jember, NU Online
Dinamika zaman dengan segala pernak-pernik yang mengiringinya, membuat sejumlah budaya lokal terancam gulung tikar. Salah satu budaya yang cukup mengakar, terutama di pedesaan adalah Macapat. Budaya yang berwujud lantunan tembang dengan cengkok khas dan mengandalkan lengkingan suara itu, saat ini posisinya kian terdesak. Bahkan jika tidak ada upaya pelestarian yang serius, bisa jadi Macapat kelak hanya akan tinggal cerita.


Untuk itulah, Pengurus Cabang (PC) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dan PC Lesbumi Jember, menggelar Sakola Mamaca di Pondok Pesantren As-Syifa’, Desa Cumedak, Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (16/3). Sakola Mamaca adalah bahasa Madura yang berarti sekolah membaca.


“Istilah maduranya Macapat adalah mamaca. Dan mamaca artinya membaca, karena intinya macapat adalah orang membaca teks-teks khas Macapat dengan lagunya yang khas pula,” ucap Ketua PC Lesbumi Jember, Siswanto nya kepada NU Online di sela-sela acara.


Menurutnya, Lesbumi Jember menganggap penting pelestarian Macapat karena di samping merupakan warisan para leluhur, Macapat juga mempunyai fungsi pendidikan yang cukup baik bagi masyarakat. Yaitu pendidikan moral. Sebab, secara umum teks-teks yang dibaca dan dilantunkan oleh  pelaku Macapat adalah kisah kenabian, ajakan-ajakan patuh kepada guru, orang tua, dan sebagainya.


“Makanya di dalam Macapat itu, minimal harus  ada dua orang, satu untuk yang membaca teks, satunya lagi sebagai penerjemah, dan keduanya bisa saling bergantian posisi,”  urainya.


Sementara itu, Ketua PC ISNU Jember, Hobri Ali Wafa yang bertindak sebagai narasumber mengungkapkan keprihatinannya karena budaya Macapat sudah nyaris lenyap dari permukaan bumi, khususnya di Jember. Menurutnya, pelestarian Macapat merupakan tanggung jawab bersama, baik masyarakat, lembaga, maupun pemerintah. Kenapa? Karena Macapat bukan budaya yang hampa makna, tapi banyak pesan moral yang terkandung dalam tembang Macapat.

 

 

“Perlu ada regenerasi agar Macapat tidak sirna, agar ada penerusnya di tengah-tengah masyarakat. Sehingga  akan tercipta generasi penerus yang andal dalam melakukan, memahami, dan menginterpretasi Macapat,” urainya.


Oleh karenanya, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Jember itu menilai beberapa hal perlu dilakukan sebagai upaya melestarikan budaya Macapat. Di antaranya adalah pertama, naskah Macapat harus digali, dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman, baik dari sisi konten maupun penyimpanannya.


“Kedua, teknik membacanya, terutama dasar-dasar irama dan cengkok yang bersesuaian. Ketiga, perlunya dikodifikasikan, baik teks Macapat maupun jenis-jenisnya ,” katanya.


Di luar itu, yang juga penting adalah memberikan apresiasi bagi siswa dan generasi muda yang sudah mencapai level tertentu dengan sertifikat keterangan, misalnya, atau penghargaan dalam bentuk lain.


“Ini untuk memacu masyarakat agar tidak meninggalkan Macapat,” pungkasnya.


Pewarta:  Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin