Melihat berbagai kasus kekerasan terhadap anak di berbagai strata, Fatayat NU melakukan gerakan perlindungan anak Indonesia dari tindak kekerasan (gelatik). Terbukti grafik tindak kekerasan terhadap anak pada setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Kondisi demikian menjadi keprihatinan Fatayat NU sebagai organisasi wanita muda di Nahdlatul Ulama.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU Dra Anggia Ermarini menjelaskan, pada kurun waktu 2011-2014 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 11.623 pengaduan kasus kekerasan pada anak dengan klaster yang berbeda.
"Angka yang paling tinggi berupa kekerasan dari keluarga dan pengasuhnya sebanyak 2.219 dan kekerasan seksual mencapai 2.124 kasus," terang Anggi saat sambutan seminar dan pelatihan penanganan kekerasan terhadap anak di gedung Guru, Jalan Taman Siswa Brebes, (11/12/16).
Lewat program Gelatik, seluruh anggota Fatayat NU bisa bergerak ketika mendengar atau melihat tindakan kekerasan terhadap anak yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Diyakini, partisipasi Fatayat dan seluruh elemen untuk menanggulangi masalah kekerasan bisa menjadi solusi mengurangi kasus ini. Kesadaran untuk menjaga anak sebenarnya menjadi tanggung jawab bersama sehingga harus bersinergi.
"Selama ini, masalah-masalah anak terjadi karena orang tua kurang peduli, anak yang tak mampu memahami situasi hingga kurangnya komunikasi antar keluarga," ujar Anggi.
Dia mengatakan, 90 persen tindak kekerasan dilakukan orang tuanya sendiri. Untuk itu perlu ditanamkan sikap dan sifat bahwa perlindungan, tidak hanya untuk anak biologisnya sendiri, tetapi semua anak di sekitar komunitas. “Ayo, semua menjadi penjaga dan pelindung anak,” ajaknya.
Anggi menyarankan agar selalu mendeteksi dini terhadap tindak kekerasan pada anak. Memang berat bagi seorang ibu terhadap tugas ini. Apalagi ketika anak mulai belajar dan mampu membedakan manis asam pahit. Tentu, kita harus mendidik maksimal dengan akhlak mulia. “Seorang ibu, paling berbakat membentuk anak yang berakhlak mulia,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Ketua PW Fatayat NU Jateng Tazkiyatul Muthmainnah. Ia mengatakan angka kekerasan terhadap anak sangat tinggi di Jawa Tengah. Fatayat wajib hukumnya untuk bergerak sama-sama peduli terhadap anak. Dia memaparkan ada empat daerah yang tindak kekerasannya tinggi sebagai zona merah yakni di Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Wonosobo.
“Fatayat Jateng, bertekad jadi garda terdepan, dalam gerakan kampanye anti kekerasan terhadap anak,” tekadnya.
Melindungi dan menjaga anak, kata Tazkiyatul, bukan berarti memanjakan anak. Memastikan, kalau anak-anak dan lingkungan anak dalam keadaan aman.
Seminar dan pelatihan penanganan kekerasan terhadap anak dibuka Staf Ahli Bupati bidang pemerintahan Mayang Sri Herbimo. Dalam kata sambutannya, selaku pemkab berterima kasih atas peran Fatayat terhadap perlindungan kepada anak-anak. Sebab Anak menjadi asset bangsa yang nilainya tak tertandingi. “Seorang anak tidak bisa putus dalam tali keluarga, kendati suami atau istri bisa terputus karena perceraian,” ujarnya.
Ketua PC Fatayat NU Brebes Mukminah menjelaskan, Kabupaten Brebes menjadi daerah percontohan untuk penangan anak dari tindak kekerasan terhadap anak. Selain Brebes program gelatik ini juga dilaksanakan di Lampung Timur.
Seminar dan pelatihan diikuti 104 peserta yang berasal dari pengurus dan anggota Fatayat se kabupaten Brebes, pemerhati anak, forum anak dan unsure lainnya. (wasdiun/abdullah alawi)