Brebes, NU Online
Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Fatayat NU Jawa Tengah Tajkiyatul Mutmainnah menargetkan memiliki daiyah muda yang berkapasitas, bukan daiyah yang instan atau karbitan dan melalui proses.
“Fatayat bertekad melahirkan dai perempuan muda yang memiliki kapasitas berdakwah dan diterima di semua kalangan,” ujar Iin panggilan akrab Tajkiyatul Mutmainnah saat berbincang dengan NU Online tentang program kerja kepengurusannya, di Brebes, beberapa waktu lalu.
Daiyah yang bisa diterima dari kalangan bawah hingga middle up, kata Iin. Tentu harus digladi sejak dini sehingga perlu digalakan pelatihan yang intensif. Fatayat akan membidani kelahirannya lewat Forum Daiyah Fatayat NU (Fordaf). Dengan demikian, Fordaf bisa melahirkan sosok daiyah yang marketable, good lucking berikut substansi dari dakwahnya bisa dipertanggungjawabkan.
Langkah tersebut dilakukannya sebagai salah satu upaya merevitalisasi lembaga-lembaga Fatayat NU Jateng. Hal lain Lembaga Konsultasi Pendayagunaan, Perlindungan Anak (LKP3A). Fatayat mengadvokasi dan menanggulangi serta memberi perlindungan berbagai tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan,
Iin juga berupaya menguatkan kaderisasi, sebab tanpa kaderisasi organisasi tidak memiliki ruh. Kaderisasi mutlak dilakukan untuk menghadapi tantangan dari dari dalam maupun dari luar serta dinamika dunia global. Pelan-pelan namun pasti tantangan tersebut akan menggerogoti kader-kader Fatayat, untuk itu harus kita bentengi sejak dini.
Dari 37 Cabang se-Jawa Tengah, lanjutnya, di tiap-tiap cabang harus memiliki anak cabang. Tidak hanya papan nama saja di seluruh tingkatan. Begitupun dengan Anak Cabang yang rantingnya masih redup harus dihidupkan lagi termasuk anak rantingnya, “Kami akan focks ke Jateng bagian selatan, menghijaukan Solo Raya dan alhamdulillah sudah mulai bangkit di sana,” tuturnya penuh semangat.
Penguatan sturuktural, kata Iin, dibarengi dengan membangun jaringan dan mensinergikan. Seluruh kegiatan kalau bisa dikerjsamakan dengan banom lainnya.
Fatayat yang beranggotakan para ibu muda, sambungnya, tentu harus memposisikan diri sebagai ibu dengan mengingat tugas utama sebagai ibu rumah tangga, pendidik anak. “Komunikasikan secara aktif dengan suami, bila akan mengikuti berbagai kegiatan organisasi,” ajaknya.
Berkhidmat di Fatayat, bukan hanya panggilan hati tetapi juga panggilan perjuangan sehingga perlu mengetahui tugas, hak dan kewajiban sebagai perempuan. Harus saling paham, agar tetap saleha, produktif, dan terus bergerak. “Insya Allah, perjuangan berkhidmat di Fatayat mbarokahi,” pungkasnya. (Wasdiun/Abdullah Alawi)