Cegah Radikalisme di Sekolah dengan Kurikulum yang Lebih Implementatif
NU Online · Kamis, 2 Juni 2011 | 03:24 WIB
Jombang, NU Online
Kurikulum pendidikan dan desain proses pembelajaran sekolah yang tidak implementatif dan berjarak dengan realita sosial menjadi salah satu akar munculnya gerakan radikalisme agama di sekolah.
Untuk mencegah terjadi radikalisme tersebut, perlu adanya sebuah upaya penyempurnaan kurikulum dan desain pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran agama dan kewarganegaraan yang lebih implementatif terhadap realita sosial yang ada.
<>
Hal ini dikemukakan oleh Ahmad Faqih, Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) pada diskusi Komunitas Membendung Gerakan Radikalisasi Agama di Sekolah di Aula Lakpesdam NU, Kamis (26/5).
Menurut Faqih, guru mata pelajaran agama dan kewarganegaraan selama ini menjadi tombak penanaman moral di sekolah sehingga, perlu adanya penguatan guru agama dan kewarganegaraan agar tidak memberikan materi sekedar teoritik dan tidak bersinggungan dengan realita sosial yang ada.
Kepala Sekolah Islam Terpadu Misykat Al-Anwar ini mengungkapkan, perlu adanya sebuah perubahan paradigma bahwa guru mata pelajaran apapun adalah guru agama dan kewarganegaraan sehingga semuanya berkewajiban memberi pemahaman yang benar.
Selain itu, Faqih menambahkan, pemanfaatan musholla atau masjid sekolah sebagai media pembelajaran agama yang eksklusif kurang disentuh. Sehingga, dimanfaatkan kelompok radikal untuk menebarkan faham-faman agama yang fundamental dan radikal.
Nanang Ismunanto, Kasi Pengendalian Mutu SMA Dinas Pendidikan Kabupaten Jombang mengungkapkan, di sekolah telah dilakukan upaya pembinaan nilai dasar akhlak mulia yang bisa diterapkan melalui kegiatan formal pembelajaran atau nonformal melalui ekstrakulikuler. Dengan demikian, sekolah bisa mengendalikan kegiatan radikal tersebut dengan menyuntikkan nilai-nilai non radikalisasi agama.
Kasat Intel Polres Jombang AKP Rohani menyebutkan, Di Jombang sejauh ini belum ditemukan bukti adanya gerakan NII. Belum ada bukti konkrit yang menunjukkan adanya gerakan radikalisme tersebut di kota santri.
“Belum bisa dipastikan dan bukti apakah ormas tersebut mengajarkan yang dinamanakan NII. Sejauh ini NII masih di temukan di Jogja, Malang, dan daerah lain selain Jombang,” ungkapnya.
Namun ia menghimbau agar masyarakat tetap waspada. Sebab, sampai detik ini gerakan NII masih bersifat gerakan bawah tanah yang sewaktu-waktu bisa menyeruak ke permukaan.
Alfiyah Ashmad, aktifis perempuan yang juga turut mengawal isu tersebut menyangsikan gerakan NII akan mampu memaksakan berdirinya Negara Islam di Indonesia. Ia mencatat beberapa sejarah menunjukkan gerakan-gerakan yang ada tidak cukup mampu merubah dan memonopoli ideologi bangsa yang beragam seperti Indonesia.
“Kalau untuk mendirikan NII, sepuluh duapuluh tahun saya yakin tidak terjadi. Piagam Jakarta yang didorong untuk dilaksanakan di Indonesia saja tidak berhasil karena banyak yang menentang. Masyarakatnya sudah moderat, plural Bhinneka Tunggal Ika tidak akan membuat masyarakatk berubah.”
Lebih Lanjut alumni University of Sussex UK ini menekankan agar warga berhati-hati terhadap gerakan yang berupaya menerapkan aturan Islam menjadi aturan pemerintah atau negara. Sebab aturan tersebut akan berdampak pada kehidupan sosial.
Aktivis perempuan dari Narishakti Jombang ini mengungkapkan, saat ini pemahaman Islam tidak terbatas pada penegakan syariah saja. Namun, bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai Islam ini dalam kehidupan sosial dan bernegara.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Eka Rimawati dan Zumaroh.
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
3
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
4
Cerpen: Tirakat yang Gagal
5
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
6
Jamaah Haji Indonesia Bersyukur Tuntaskan Fase Armuzna
Terkini
Lihat Semua