Banda Aceh, NU Online
Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dinilai kurang peduli dengan nasib para pekerja seks komersial (PSK) alias wanita tunasusila (WTS) di Tanah Rencong. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Yayasan Daulat Remaja (YDR), Radjiah M Idris kepada Koresponden NU-Online, Selasa (20/7).
Yayasan yang dipimpin Radjiah ini sejak dua tahun terakhir membina 120 WTS. "Pada umumnya mereka berasal dari daerah yang mengalami konflik terparah, seperti Aceh Barat, Blangpidie, Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, dan Sabang," ujar Radjiah.
<>Para PSK ini berusia antara 14 sampai 35 tahun, dan 60 diantaranya berasal dari kalangan mahasiswi. Saat berdiri bulan April 1997 silam, YDR hanya membina 20 PSK. Jumlah itu bertambah seiring dengan perjalanan waktu dan konflik yang tak kunjung usai. Mereka saya bina dengan biaya kami. Pemda dan Dinas Sosial kurang peduli," ujar Radjiah lagi.
Menurut Radjiah, mereka mesti berhati-hati merekrut PSK untuk dibina. Pendekatan yang dilakukan adalah dari hati ke hati. Sebab, jaringan PSK sangat luas dan rahasia, sehingga sulit dilacak. Setelah beberapa lama dibina, mereka sadar dan tidak mau lagi melakukan perbuatan yang dilarang agama ini. Usai masa pembinaan, mereka pun memulai kehidupan yang baru sebagai wanita normal. "Mereka membuat perjanjian dengan YDR, kalau mengulangi pekerjaan sesatnya itu, saya potong tangannya sebelah. Saya tidak main-main," tegasnya.
Yayasan ini juga pernah menikahkan lima wanita PSK dengan anggota pasukan pemerintah yang ditugaskan di Aceh. Kini, kelima wanita yang telah bertaubat itu mengikuti suami mereka, ada yang ke Jakarta atau Bandung. Laila (30), seorang mantan PSK yang mengaku berasal dari Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie, mengatakan dirinya terpaksa menjadi PSK setelah orang tuanya tewas dalam konflik. Laila lalu meninggalkan kampung halamannya, merantau ke Banda Aceh. Laila ingin kuliah, namun dirinya tidak memiliki ijazah SMA. Ingin bekerja, tapi tidak memiliki modal. Karena itu, sejak tahun 1990-an, dirinya menjadi wanita penghibur.
Menurut Laila, selama bekerja sebagai PSK di Banda Aceh, dia melayani pria hidung belang dari berbagai kalangan, termasuk pengusaha dan pejabat. Mengenai lokasi perbuatan mesum itu, Laila menyebut sejumlah nama hotel dari kelas melati sampai kelas bintang. "Dalam bulan ini saya akan menikah secara resmi dengan seorang pengusaha. Saya dijadikan istri kedua. Ini lebih baik daripada menjadi PSK," ujarnya. (kontributor NAD/Muntadhar)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Jadilah Manusia yang Menebar Manfaat bagi Sesama
2
Khutbah Jumat Hari Anak: Didiklah Anak dengan Cinta dan Iman
3
Khutbah Jumat: Ketika Malu Hilang, Perbuatan Dosa Menjadi Biasa
4
Khutbah Jumat: Menjaga Keluarga dari Konten Negatif di Era Media Sosial
5
PBNU Soroti Bentrok PWI-LS dan FPI: Negara Harus Turun Tangan Jadi Penengah
6
Khutbah Jumat: Menjadi Muslim Produktif, Mengelola Waktu Sebagai Amanah
Terkini
Lihat Semua