Bahtsul Masail

Mengapa Umat Islam Tidak Shalat Jumat karena Covid-19?

Sel, 24 Maret 2020 | 17:15 WIB

Mengapa Umat Islam Tidak Shalat Jumat karena Covid-19?

Shalat Jumat wajib dan mengandung keutamaan. Namun, dalam situasi uzur kritis yang bersifat umum-kolektif seperti wabah Covid-19 di Indonesia pada 2020 ini kewajiban shalat Jumat menjadi gugur.

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, pengurus masjid diimbau pemerintah untuk menghentikan sementara waktu shalat Jumat, berjamaah, dan segala bentuk peringatan yang melibatkan banyak jamaah dalam rangka mencegah penyebaran virus corona di Indonesia. Pertanyaannya kemudian, apakah situasi ini menggugurkan kewajiban shalat Jumat umat Islam? Sementara sebagian pengurus masjid masih juga menggelar shalat Jumat tanpa pelindung dan standar keamanan yang memadai. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Munawar/Jakarta)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. sebagaimana kita tahu, shalat Jumat merupakan kewajiban yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dalam Surat Al-Jumu’ah. Ulama kemudian membahas orang-orang yang terkena kewajiban shalat Jumat, yaitu laki-laki, baligh, aqil, merdeka, penduduk setempat, dan seterusnya.

Selain kewajiban, shalat Jumat mengandung keutamaan. Di dalamnya terdapat waktu yang sangat mustajabah. Namun demikian, dalam situasi uzur yang bersifat umum atau kolektif seperti wabah Covid-19 yang mewabah di Indonesia pada 2020 ini kewajiban shalat Jumat menjadi gugur.

Imam An-Nawawi mengawali pembahasan masalah ini dari pandangannya terhadap shalat berjamaah karena shalat Jumat dan shalat berjamaah memiliki kesamaan, yaitu dikerjakan secara kolektif. Menurutnya, uzur terbagi dua, umum yang bersifat kolektif-objektif dan khusus yang bersifat individual-subjektif.

فصل لا رخصة في ترك الجماعة سواء قلنا سنة أو فرض كفاية  إلا من عذر عام أو خاص فمن العام المطر ليلا كان أو نهارا ومنه الريح العاصفة في الليل دون النهار وبعض الأصحاب يقول الريح العاصفة في الليلة المظلمة وليس ذلك على سبيل اشتراط الظلمة ومنه الوحل الشديد وسيأتي في الجمعة إن شاء الله تعالى

Artinya, “Fasal. Tidak ada rukhshah (keringanan) dalam meninggalkan shalat berjamaah–baik ia dihukumi sunnah maupun dihukumi fardhu kifayah–kecuali karena uzur umum dan uzur khusus. Salah satu uzur umum adalah hujan baik malam maupun siang hari. Uzur umum lainnya angin badai pada malam, bukan siang hari. Sebagian ulama Mazhab Syafi’i, angin badai pada malam yang sangat gelap meski itu bukan jalan mensyaratkan kegelapan. Uzur umum lainnya adalah hujan yang nanti insya Allah adakan diterangkan pada Bab Jumat,” (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umadatul Muftiyyin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H] juz I, halaman 342).

Menurut Imam An-Nawawi, uzur yang dapat menggugurkan shalat berjamaah dapat juga menggugurkan kewajiban shalat Jumat baik itu uzur umum maupun uzur khusus. Ia juga membawa pelbagai pandangan ulama syafi’iyah perihal kedudukan tanah berlumpur sebagai uzur.

فرع كل ما أمكن تصوره في الجمعة من الأعذار المرخصة في ترك الجماعة يرخص في ترك الجمعة أما الوحل الشديد ففيه ثلاثة أوجه الصحيح أنه عذر في ترك الجمعة والجماعة والثاني لا والثالث في الجماعة دون الجمعة حكاه صاحب العدة وقال به أفتى أئمة طبرستان

Artinya, “Satu cabang masalah. Segala jenis uzur yang meringankan (membolehkan seseorang) untuk meninggalkan shalat berjamaah–yang mungkin juga terbayangkan pada kasus shalat Jumat–dapat menjadi uzur yang meringankannya untuk meninggalkan shalat Jumat. Adapun perihal (uzur) tanah yang sangat berlumpur, terdapat tiga pendapat ulama. Pertama, ini pendapat shahih tanah berlumpur ini merupakan uzur dalam meninggalkan Jumat dan shalat berjamaah. Kedua, ia bukan uzur (atas gugurnya kewajiban Jumat dan berjamaah). Ketiga, ia uzur hanya untuk meninggalkan shalat berjamaah, tidak pada Jumat seperti dihikayatkan penulis Kitab Al-Uddah. Pendapat ini juga dipegang dan menjadi fatwa ulama Thabaristan,” (An-Nawawi, 2005 M/1425-1426 H: I/426).

Pandangan Mazhab Syafi’i, sebagaimana keterangan An-Nawawi berikut ini, menyatakan bahwa hujan dan sebab lain dapat menjadi uzur yang dapat mengugurkan kewajiban shalat Jumat. Pandangan ini dikemukakan saat ia menguraikan (syarah) hadits riwayat Muslim.

وفي هذا الحديث دليل على سقوط الجمعة بعذر المطر ونحوه وهو مذهبنا ومذهب آخرين وعن مالك رحمه الله تعالى خلافه والله تعالى أعلم بالصواب

Artinya, “Pada hadits ini terdapat dalil atas gugurnya (kewajiban shalat) Jumat sebab uzur hujan dan uzur lainnya. Ini pandangan mazhab kami (Syafi’i) dan mazhab lainnya. Namun riwayat lain menyebutkan Imam Malik rahimahullah memiliki pandangan berbeda. Wallahu a’lam bis shawab,” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz III, halaman 225).

Adapun berikut ini adalah salah satu kutipan hadits riwayat Imam Muslim dari sahabat Ibnu Abbas RA yang disyarahkan oleh Imam An-Nawawi sebagai dalil atas gugurnya kewajiban shalat Jumat:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ

Artinya, “Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata kepada muazinnya pada hari hujan, ‘Bila kau sudah membaca ‘Asyhadu an lā ilāha illallāhu, asyhadu anna muhammadan rasūlullāh,’ jangan kau teruskan dengan seruan ‘hayya ‘alas shalāh,’ tetapi serulah ‘shallū fi buyūtikum.’’ Orang-orang seolah mengingkari perintah Ibnu Abbas RA. Ia lalu mengatakan, ‘Apakah kalian heran dengan masalah ini? Padahal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Sungguh Jumat itu wajib. Tetapi aku tidak suka menyulitkanmu sehingga kamu berjalan di tanah dan licin.’” (HR Muslim).

Semoga beberapa keterangan ini menjawab keraguan sebagian masyarakat, khususnya para pengurus masjid. Kami berharap mereka dapat mau mengerti dan memahami imbauan pemerintah yang menjadi kepentingan bersama dalam rangka pencegahan dan pemberantasan Covid-19 di Indonesia dengan menghentikan sementara ritual bersama di rumah ibadah, yaitu shalat Jumat, shalat berjamaah, tabligh akbar, haul, dan lain sebagainya di tengah situasi kritis seperti ini.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
 

(Alhafiz Kurniawan)