Warta

Wakaf Harus Diusahakan Menjadi Produktif

Selasa, 7 Oktober 2003 | 10:50 WIB

Jakarta, NU Online
Pengaturan tentang wakaf saat ini sudah mendesak untuk dibuatkan undang-undangnya karena besarnya potensi wakaf yang  ada saat ini kurang bisa dimanfaatkan secara maksimal dan wakaf tidak diusahakan menjadi produktif.

Paradigma tentang wakaf juga mengalami perubahan dari yang ada pada zaman Rasulullah. Saat ini wakaf hanya diidentikkan untuk musholla, kuburan, atau pesantren, padahal wakaf itu adalah untuk segala sesuatu yang bermanfaat. Junaidi dari Depag yang ditemui NU Online dalam pembahasan RUU Wakaf di PBNU mengatakan bahwa Rasulullah ketika ditanyai Sayyidina Umar yang mendapat tanah wakaf mengatakan “Ambil manfaatnya”, bukan buatlah masjid, jadi tanah wakaf dapat diberdayakan potensi ekonominya.

<>

Selanjutnya tentang nadhir (pengelola), pengertiannya masih tradisional, ia diangkat seumur hidup, tidak ada program, tidak memiliki kemampuan, dan yang paling celaka lagi, ia tidak profesional sehingga meminta-minta dan tidak produktif.  “Minta-minta itu tidak produktif dan sekehendak yang memberi dan berjalan bertahun-tahun, padahal tanah di kanan-kirinya sudah menjadi memberi hasil yang besar.” tambahnya.

Saat ini juga sudah muncul wakaf tunai yang sudah diatur oleh MUI dan sudah terbukti bermanfaat, sayang di Indonesia belum diberdayakan secara maksimal. Lahirnya badan wakaf hanya sebagai regulator, fasilitator, dan motifator, dan public service.

Hal lain adalah nadhir diharapkan mereka yang profesional sehingga wakaf dapat menjadi produktif. Selama ini masyarakat sendiri yang menentukannya dan nanti akan dibuat rambu-rambunya.

Nadhir nantinya tunduk oleh hakim dan ada masa baktinya, ada program, target, dll. “Ke depan paradigmanya akan diubah, dari tangan di bawah menjadi tangah di atas,” tambahnya.(mkf)


Terkait