Surabaya, NU Online
Guru Besar IAIN Sunan Ampel Surabaya Prof Dr drs Moh Sholeh MPd PNI menyatakan tasawuf dapat memberantas perilaku korupsi, sebab korupsi pada hakekatnya merupakan penyakit hati.
"Sudah banyak cara dilakukan untuk memberantas korupsi, namun korupsi tetap berjalan, bahkan lebih runyam di era otonomi daerah saat ini," katanya saat dikukuhkan sebagai guru besar di kampus setempat, Rabu.
<>Menurut dosen Fakultas Tarbiyah (FT) IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, mantan Presiden Gus Dur (Abdurrahman Wahid) dalam masa pemerintahannya menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS) untuk memberantas korupsi.
"Tapi, korupsi ternyata masih tetap ada, karena orang yang sudah terbiasa korupsi dan mencuri uang negara itu bagaikan minum air laut yakni semakin diminum akan semakin haus," katanya.
Profesor alumnus Pesantren Lirboyo, Kediri, Jatim itu menjelaskan ada pula cara dengan menyederhanakan peraturan (deregulasi) atau administrasi, namun cara itu masih juga belum mampu memberantas korupsi.
"Bagaimana pun, korupsi adalah persoalan mental dan penyakit hati, karena korupsi muncul bersamaan kehilangan kesadaran akan kehadiran Allah SWT," kata bapak empat anak itu.
Oleh karena itu, kata profesor kelahiran Kediri pada 9 Desember 1959 itu, cara sufi atau tasawuf dapat menjadi cara memberantas korupsi pada sumbernya yakni hati.
"Cara sufi untuk menyadarkan manusia akan kehadiran Allah SWT di dalam diri ada tiga tahap yakni takhaliyah (pembersihan), tahliyah (mengisi jiwa dengan kebaikan), dan tajliyah (tahap kebersihan hati)," katanya.
Ia menambahkan tahliyah adalah mengisi jiwa dengan sifat, sikap dan perbuatan baik, sedangkan tajliyah adalah tahap kebersihan hati yang berdampak pada hilangnya hijab/tabir sifat kesetanan.
"Untuk sampai ke tahapan itu, tasawuf mengajarkan nilai-nilai luhur yang perlu diajarkan dalam lembaga pendidikan, lingkungan keluarga, dan masyarakat, diantaranya nilai kejujuran, kesederhanaan, kebenaran, keadilan, dan keteladanan," katanya.(ant/mkf)