Pikiran Liberal dalam Hukum Perkawinan Islam Terus dapat Tentangan
Sabtu, 14 Mei 2005 | 09:42 WIB
Jakarta, NU Online
Upaya untuk menentang pemikiran liberal dalam hukum perkawinan di Indonesia yang dicetuskan oleh Tim Pengarus Utamaan Gender (PUG) dibawah koordinator Dr. Musdah Mulia terus berlangsung, walaupun pada akhirnya Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI) tersebut dibatalkan.
Acara seminar Telaah Perkembangan Pemikiran Aktual Hukum Perkawinan di Indoenesia dalam Perspektif Islam yang diselenggarakan oleh PP Muslimat NU di Gd PBNU (14/5) mengupas pemikiran-pemikiran yang dibawa oleh PUG.
.
Musdah Mulia yang hadir dalam acara tersebut menjelaskan bahwa perempuan saat ini sudah terpelajar, sadar, dan terlibat aktif sementara hukum keluarga dibiarkan tertinggal jauh sehingga kehilangan relevansinya dalam memenuhi kebutuhan umat dan bangsa yang plural.
Beberapa usulan kontraversial yang diungkapkan dalam PUG adalah bolehnya kawin kontrak, tak wajib adanya wali nikah, perkawinan beda agama, pelarangan poligami, pewarisan, hak cerai dan hak rujuk istri, iddah, nusyuz dan lainnya yang dipandang oleh banyak kalangan keluar dari koridor Qur’an dan Hadist.
Prof. Dr. Huzaimah Tahido Yanggo mengungkapkan bahwa Qur’an tak bisa sembarangan ditafsirkan. Terdapat ayat-ayat yang sifatnya Qot’i atau sudah jelas yang tak perlu ditafsirkan lagi yang jumlahnya hanya sekitar 5 persen sedangkan teks yang bersifat dzanny al-dilalah dapat ditafsirkan melalui metode dan syarat ijtihad yang telah ditetapkan dan telah dikenal dalam dunia Islam.
Yanggo yang juga merupakan salah satu a’wan PBNU tersebut menilai rumusan PUG justru bertentangan dengan maqashid syari’ah atau penegakan nilai serta prinsip keadilan social, kemaslahatan umat manusia, kerahmatan semesta dan kearifan gender dan telah merusak ajaran Islam itu sendiri.
Kritik yang sama juga diungkapkan oleh Prof. Nabillah Lubis dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyatakan bahwa penekatan utama dalam (CLD KHI) bukan menggunakan pendekatan hukum Islam, namun menggunakan pendekatan ideologi sekuler. Mereka menganggap bahwa kompilasi hukum Islam terdahulu hanya berpijak pada ‘fiqh kuno” yang sudah tak relevan dengan perkembangan zaman sehingga perlu bentuk “syariat baru.”
Nabillah menilai bahwa pemikiran-pemikiran tersebut seperti “sel kanker” yang sangat berbahaya karena tampil dalam wujud cara berfikir atau pandangan ideologis beserta langkah politik praktis untuk menghancurkan keterikatan umat Islam pada Al Qur’an dan hadist, apalagi mereka mereka pandai menyamar sebagai sel tubuh umat sehingga tidak mudah dikenali sebagai se lasing yang berbahaya bagi tubuh umat.
KH Ahmad Munif Suramaputra dari Ponpes Nuruzzahro Depok juga memiliki pemikiran yang sama. Ia menilai pemikiran liberal yang hanya bertumpu pada akal dan tak berpijak pada Qur’an dan Hadist banyak dihasilkan oleh para sarjana dan intelektual muslim sehingga harus hati-hati jangan sampai terperangkap dalam jebakan memajukan Islam, padahal malah merusak dan merobohkan pilar-pilar Islam.
Berbicara juga dalam forum tersebut Rais Syuriyah PBNU Dr. KH Masyhuri Naim yang membahas masalah “Kaidah Usul Fiqh dalam Konsep Poligami, Perkawinan Beda Agama, Perkawinan di Bawah Tangan dan Iddah” dan Hj Ema Sofwan Sjukrie, SH tentang Pemikiran Aktual Hukum Perkawinan di Indonesia.”(mkf)