Semarang, NU Online
Pengusaha pribumi harus dilindungi dalam persaingan global sekarang ini. Sebab di kota sudah dikepung mal-mal besar, di desa diserbu pasar moderen, seperti Indomaret dan Alfamart.
Saat ini, UKM terus-menerus digerus produk asing yang membanjiri pelosok negeri. Jika keadaan ini tak dibenahi, Indonesia akan terjajah total di bidang ekonomi, dan penduduknya akan banyak yang diekspor sebagai kuli ke luar negeri. <>
Demikian disampaikan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani Sidik Motik, dalam sambutan pembukaan Rapat Kerja I DPD HIPPI Jawa Tengah di Gedung Kadin Jateng Jl Letjend Suprapto Semarang, belum lama ini.
Raker yang dibuka Plt Sekda Jateng Sriyadhi itu diikuti anggota HIPPI Jateng dan diselingi seminar dengan pembicara para pakar bisnis dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Prov Jateng Sujarwanto Dwiatmoko.
Dikatakan Suryani, di negara-negara lain, pusat perbelanjaan semacam Carrefour dan Hypermart diatur ketat. “Hanya boleh berdiri di luar kota dan maksimal buka sampai pukul 18.00. Namun di Indonesia, justru walikota atau bupati mengundang mereka secara mesra untuk buka di samping kantornya. Lalu dipersilakan buka sampai malam, kalau perlu 24 jam,” ungkapnya.
Sikap Inlander
Karena sikap inlander itu, tambahnya, pemerintah selalu memberi kemudahan dan pelayanan istimewa pada pengusaha besar dan pengusaha asing, dan sama sekali tak memberi perhatian semestinya kepada pengusaha kecil dan pribumi. Sehingga bangsa Indonesia semakin lembek dan semakin takluk di bawah orang asing.
“Pemerintah selama ini selalu melayani secara istimewa pengusaha besar dan asing. Tak peduli pada pengusaha pribumi yang kecil-kecil,” tuturnya kepada para wartawan. Sedang Ketua DPD HIPPI Jateng Soediro Atmo Prawiro mengatakan, pelaku UKM dan pasar-pasar rakyat sangat perlu perlindungan. Menurutnya, pemerintah harus melakukan dumping terhadap produk lokal. Caranya dengan menerapkan SNI sebagai syarat masuk produk asing, agar tidak menyalahi WTO dan ACTFA.
Lebih lanjut dia mengatakan, sekarang ini tidak ada barang produk lokal yang tidak disaingi produk impor. “Dan semuanya kalah dari segi harga, sehingga lebih laku produk impor.
Pasar rakyat semakin habis. Produk lokal semakin tersingkir. Ini harus ada tindakan luar biasa untuk melindunginya,” ungkapnya, semangat.
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan DPD HIPPI Jateng Imam Syafii menuturkan, pengusaha pribumi itu 99% adalah pelaku UKM. Mereka terbukti tangguh dan mampu mandiri dalam segala kondisi perekonomian nasional. Namun pemerintah selalu saja silau kepada asing dan pengusaha besar yang jumlahnya tak lebih dari 1%.
“Menteri Perdagangan maupun kepala daerah sangat mesra dengan investor pasar swalayan modern. Padahal petani kalau memasok produk ke toko mereka dibayar tempo tiga bulan. Tetapi kalau belanja harus bayar seketika. Sangat ironis,” papar mantan Ketua DPD HIPPI Jateng dua periode ini.
Bank, kata Imam, masih terlalu memberatkan pengusaha pribumi, karena bunga kreditnya terlalu tinggi, sehingga para pengusaha kecil sulit bersaing dan berat berkembang. Dia sangat mendukung program modal ventura yang dirapatkan dalam raker tersebut. Jika pola join itu bisa dilaksanakan, Imam akan mendorong para pengusaha membuat pabrik pupuk di Jateng. Sebab itu merupakan kebutuhan para petani yang selama ini selalu tak bisa dipenuhi BUMN, seperti PT Pusri maupun PT Pupuk Kujang.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Muhammad Ichwan