Perjalanan Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan telah memasuki tahun ke-82. Banyak pengamat, peneliti, pengurus, dan warga NU (Nahdliyyin) yang tidak menyadari bahwa NU memiliki siklus 26 tahunan. Pada setiap 26 tahun NU mengalami perubahan yang sangat mendasar dalam gerak organisasi.
Demikian diungkapkan oleh Gaffar Karim, dosen ilmu pemerintah Fisipol UGM, dalam bedah buku ”Pergolakan di Jantung Tradisi; NU yang Saya Amati” karya As’ad Said Ali di University Club (UC) UGM, Yogyakarta, Ahad (14/9). Bedah buku ini merupakan kerjasama Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LKPSM) NU Yogyakarta dan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta.<>
Tahun 52 atau tepat berusia 26 tahun NU mengalami perubahan dari organisasi keagamaan menjadi partai politik (partai NU), 26 tahun kemudian atau tahun 1978 NU mengalami gejolak benturan pemikiran. Benih-benih tersebut mulai dikenalkan oleh KH aAbdurrahman Wahid (Gus Dur) dan berkulminasi pada 1984, terdapatlah tajdid (pembaharuan) dalam kerangka berfikir orang-orang NU.
Pada kurun waktu 84 tahun hingga 1998 banyak sekali terjadi benturan pemikiran yang diwarnai oleh kalangan muda berhadapan dengan kalang tua. Kalangan muda mengalamai kemajuan berfikir yang sangat melejit hingga melampaui generasi senironya. Tidak jarang diantara mereka yang dianggap telah keluar dari jalur NU.
”Jika dihitung dari tahun 84 maka siklus tahun itu akan berulang tahun 2010. Nah pada saat itu mungkin akan terjadi perubahan lagi dalam NU. Saya sangat memimpikan perubahan itu terjadi dan tentu dengan harapan yang lebih baik,” kata Gaffar Karim yang juga kandidat doktor Curtin University, Australia.
Menurut Gaffar NU saat ini mengalami periode abu-abu (tidak jelas), hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan yang tidak sehat antara NU dengah partai-partai yang mengatasnamakan NU, dan juga banyaknya partai-partai yang mengklaim NU. Orientasi gerak organisasi juga mengalami kekaburan. (ron)