Newcastle, NU.Online
Pada sesi berikutnya tampil Gus Djamaluddin, yang mengawali ceramahnya dengan mendifinisikan “tasawuf”, baik dari segi asal kata maupun ciri-ciri amaliahnya. Manusia sebagai salah satu makhluq yang diberi aqal oleh Allah, di samping dua makhluq lainnya, malaikat dan jin, diberi kemampuan menggunakan aqal itu untuk mencapai kesempurnaan.
Secara singkat Gus Djmaluddin juga menerangkan cara-cara mencapai kesempurnaan, sampai pada maqam makrifat, yang antara lain dimulai dari taubat, sabar, faqr dan zuhud. Secara umum, cara pandang dan cara memaknai kehidupan dunia itulah yang dituntun dalam kehidupan bertasawuf sehingga apapun yang dilakukan oleh manusia di dunia menjadi bermakna ibadah hanya kepada Allah. Jika manusia memaknai hidup hanya sebatas kenikmatan dunia dan memandang dunia sebagai tujuan hidup maka kehidupan hedonis yang dipenuhi keserakahan dan kebobrokan akhlaq akan muncul dalam masyarakat.
<>Sebaliknya jika manusia memandang dunia hanya sebagai sarana untuk mencapai kehidupan abadi di akhirat, maka semua perilaku akan diukur dengan pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Jika itu yang dijiwai oleh seseorang, maka perilakunya akan mencerminkan sifat Allah, yang penuh kasih sayang dan menebar perdamaian dan rahmat bagi alam semesta, maka setiap amalnya menjadi bernilai ibadah di sisi Allah dan berniai manfaat yang tinggi bagi manusia lain dan alam semesta.
Cara pandang terhadap dunia dan kehidupan di dunia
seperti itulah yang diperlukan dalam era reformasi untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Karena waktu yang terbatas, Gus Kamali dari Langitan hanya menyampaikan materi secara singkat. Intinya mengajak semua pihak diluar pesantren, terutama kaum terpelajar dalam semua bidang ilmu untuk bekerja sama dengan pesantren dalam membina masyarakat yang lebih baik. Walaupun berangkat dari disiplin ilmu yang berbeda, jika semua pihak diikat dengan niat yang sama, insya Allah akan bisa bertemu dalam capaian yang satu, yakni masyarakat yang lebih baik.
Selesai pengjian sekitar jam tiga siang para agwas berkesampatan menikmati keindahan kota Newcastle, termasuk berjalan-jalan di Eldon Square, pusat perbelanjaan kota itu. Land mark Newcastle, Tyne bridge, sebuah jembatan berstruktur baja karya master piece pada awal kejayaan industri di Newcastle, juga menjadi salah satu obyek kunjungan para agwas itu. Tetapi yang menarik perhatian Gus Fahrur justru Milleneum bridge, jembatan unik yang dibangun untuk menyambut mellenium baru, tiga tahun yang lalu. Gus Fahrur sempat menanyakan struktur jembatan yang terdiri dari dua busur beton yang diikat dengan kable baja itu. Sebuah busur melengkung horizontal (bukan melengkung vertical seperti umumnya sebuah jembatan) menjadi tubuh jembatan dan sebuah busur miring 45 derajat vertical sebagai penyeimbang. Jika kedua busur yang menyatau dalam satu poros itu diputar, maka badan jembatan akan naik sehingga menjauhi permukaan air sungai dan memungkinkan kapal bisa berlayar dibawah jembatan itu. Sebuah bentuk jembatan yang ecxotic. Ketiga agwas terlihat puas tapi agak kecapaian, sebab paginya mereka juga telah diantar jalan-jalan ke Tyne mouth, tempat rekreasi pantai di Newcastle yang cukup indah. (M-faqih/Kln-NC)