Warta

NU Menjadi Pelindung Minoritas di Indonesia

Rabu, 29 Oktober 2008 | 07:58 WIB

Jakarta, NU Online
Indonesia merupakan negara multikultural yang dikenal dengan istilah SARA (suku, agama, ras dan golongan). Tak selamanya hubungan diantara keragaman tersebut berjalan dengan baik. Dalam hal ini, NU memiliki peran penting sebagai pelindung kelompok minoritas di Indonesia.

“Apapun persoalannya, kelompok minoritas larinya ke PBNU. Ini merupakan sebuah bukti ada sesuatu yang sangat penting yang telah ditampilkan PBNU,” kata Khatib Aam PBNU Prof Dr Nasaruddin Umar dalam acara halal bi halal PBNU, Selasa malam (28/10).<>

Ditambahkannya, peran perlindungan kepala kelompok minoritas tersebut juga dijalankan oleh jajaran pengurus NU di daerah, seperti di tingkat wilayah atau cabang.

Apresiasi lain yang layak diberikan kepada NU menurut Dirjen Bimas Islam Depag ini adalah kreatifitas dan fikiran plural anak-anak muda NU yang diakui di dunia internasional.

Namun demikian ia mengingatkan agar NU tidak terlalu “mengawang-awang” dengan mengurusi masalah yang jauh dari realitas warga karena berbagai masalah nyata masih menghadang.

Secara internal, ia merasa terdapat kecenderungan saling tarik menarik sesame warga NU, bukan saling mendukung. Hal ini terutama terkait dengan masalah Pilkada.

Ia juga merasa prihatin dengan terjadinya peningkatan kasus perceraiaan yang mencapai 400 persen belakangan ini. Dari 2 juta orang yang menikah setiap tahunnya, sekitar 200 ribu menjalani perceraian, sementara pada waktu lalu hanya sekitar 20-40 ribu yang bercerai dan 3/4 –nya diajukan oleh fihak perempuan.

“Ini sosial costnya tinggi, apa jadinya bangsa kita ke depan,” tandasnya.

Dicontohkannya, akibat perceraian, anak yang dulunya belajar di sekolah unggulan terpaksa drop out atau sekolah inpres, padahal mutu pendidikan anak menentukan nasib bangsa.

Seringkali, persoalan yang menyebabkan perceraian juga bukan sesuatu yang sangat substansial. Diantara penyebabnya adalah masalah perbedaan pandangan politik. Pada tahun 2006 156 bercerai karena perbedaan pandangan politik dan tahun 2007 meningkat menjadi lebih dari 500 pasangan. (mkf)


Terkait