Jakarta, NU.Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) HA Hasyim Muzadi mengatakan, pihaknya mengimbau kepada para anggota kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk segera meletakkan senjata demi terciptanya perdamaian di Naggroe Aceh Darussalam (NAD).
"Meletakkan senjata dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesaia (NKRI) merupakan satu-satunya jalan untuk menghindari korban yang lebih banyak lagi di Nanggroe Aceh Darussalam," ungkapnya, usai memimpin Istighotsah yang digelar Pengurus NU se-Wilayah III Cirebon, di Alun-alun Kejaksan, Kota Cirebon, Minggu.
Ia mengatakan, kalau memang ada keinginan yang tulus dari GAM untuk bergabung kembali dengan NKRI, maka NU punya kewajiban untuk meminta kepada presiden RI, agar GAM diberi amnesti (pengampunan). Sehingga, tidak akan ada jatuh korban yang lebih bayak lagi.
"Kalau mereka (GAM) ingin merdeka, itu suatu yang tidak mungkin. Mereka tidak mungkin untuk tidak diperangi oleh aparat NKRI, apalagi GAM dalam mewujudkan niatnya memisahkan diri dari NKRI menggunakan senjata api," tandasnya.
Menurutnya, siapa pun yang mengacaukan negara yang berdaulat, apalagi pelakunya separatis bersenjata api, pasti akan ditumpas. "Siapa yang punya hak untuk mengatakan ya terhadap kemerdekaan kelompok separtis, itu pasti tidak ada. Karena itu, masyarakat Aceh sendiri yang harus bisa menasehati GAM untuk bergabung kembali dengan NKRI," ujarnya.
Hasyim Muzadi berjanji pihak NU mau membantu setiap anggota GAM yang dengan tulus menyerah dan mengakui NKRI, dengan mengupayakan amnesti kepada presiden. "Kalau memang mau dan tulus bergabung kembali ke NKRI, kami akan perjuangkan untuk memintakan amnesti kepada presiden," tegasnya.
Sedangkan mengenai tokoh sentralnya yang ada di luar negeri agar mengakui NKRI, ia mengatakan, hal itu sulit, karena mereka sudah terkooptasi oleh kepentingan. Dan akibat kepentingan sekelompok orang itulah, rakyat Aceh menjadi korban.
"Dari hari ke hari banyak jatuh korban akibat kepentingan tersebut. Karena itu, hendaknya ada kesadaran dari warga Aceh sendiri untuk turut menyadarkan anggota GAM guna kembali ke pangkuan NKRI," tandas dia.
Wacana
Mengenai adanya keinginan dari beberapa kalangan agar dirinya ikut mencalonkan untuk menjadi presiden pada Pemilu 2004, Muzadi mengatakan, sejauh ini hal tersebut baru sebatas wacana, dan belum final. Artinya, kalau belum final, tentunya tidak bisa dikomentari.
"Kalau suara pencalonan terhadap diri saya sudah final,
artinya sudah bicara dengan saya atau dengan NU, baru dikembalikan kepada PBNU untuk diambil keputusan, karena yang mengambil keputusan adalah PBNU.
Apalagi saya ke Jakarta juga bukan untuk jadi pejabat, melainkan untuk memimpin NU," tegasnya. Sementara itu, dalam sambutannya sebelum dilakukan Istighotsah, Hasyim mengatakan, hendaknya para pemimpin harus memikirkan nasib bangsa untuk ke depan, mengingat kondisi pemimpin dan kepemimpinan Indonesaia saat ini sudah sangat memprihatinkan.
"Masih banyak pejabat dan pemipimpin negara yang hanya mementingkan kepentingan sendiri tanpa memikirkan kondisi masyarakat yang sedang dilanda berbagai krisis. Karena itu, kami mengajak para pemimpin untuk memperbaiki moral dan akhlak mereka," katanya.
Menurut dia, kondisi Indonesia saat ini sudah diambang kehancuran, karena baik pemimpin maupun rakyatnya banyak yang tidak bermoral. "Rakyat Indonesia yang hidup di negara yang kaya akan kekayaan alamnya, tapi kehidupannya miskin itu, merupakan kesalahan para pemimpinnya yang serakah, tidak bermoral dan hanya mementingkan diri sendiri saja," tandas dia.
Istighotsah yang digelar pengurus NU se-Wilayah III Cirebon tersebut, dihadiri sekitar 50 ribu umat Islam untuk melakukan doa bersama sebagai bagian dari ’gerakan taubat nasional’, bagi keselamatan bangsa dan perdamaian dunia.
Hadir dalam acara itu, sejumlah tokoh masyarakat, Muspida se-Wilayah III Cirebon, para ulama dan pengasuh pondok pesantren antara lain KH Fuad Hasyim (Pondok pesantren Buntet), Bupati Cirebon, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon dan Wakil Bupati Indramayu. (Ant/Cih)