Jakarta, NU.Online
Mesir telah membebaskan dari penjara seorang pemimpin kelompok garis keras yang bertanggung jawab atas pembantaian 58 wisatawan asing pada tahun 1997.
Kantor Berita Mesir, Mena, dalam laporannya hari Minggu mengatakan pembebasan Karam Zuhdi dilaksanakan setelah ketua dewan eksekutif organisasi al-Gama’a al Islamiya ini mendekam dalam penjara selama 20 tahun.
<>Pembebasan Zuhri yang dilakukan hari Minggu itu disusul oleh pengumuman Presiden Hosni Mubarak pada malam harinya mengenai rencana pelonggaran kehidupan berpolitik di Mesir dengan pencabutan UU kekuasaan darurat. Pembebasan Zuhdi sendiri, menurut Mena, dilaksanakan setelah yang bersangkutan menyelesaikan masa hukumannya.
Meski demikian, Menteri Dalam Negeri Mesir Habib al-Adli dilaporkan telah memerintahkan Zuhri dengan alasan-alasan kemanusiaan karena ia sedang menderita penyakit jantung koroner,diabetes dan osteoporosis. Zuhdi juga tercatat sebagai salah satu tokoh pemimpin organisasi itu yang dipenjarakan karena berperan dalam pembunuhan Presiden
Anwar Sadat tahun 1981.
Presiden Sadat dibunuh ketika tengah menyaksikan parade militer 6 Oktober, yang menandai peristiwa peringatan kemenangan Mesir dalam perang melawan Israel tahun 1967. Dalam pengadilan, para pembunuhnya menyatakan menentang persetujuan perdamaian dengan Israel yang ditandatangani Sadat tahun 1978.
Persetujuan perdamaian Mesir-Israel itu ditengahi Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter, pada waktu itu, yang kemudian dikenal dengan sebutan persetujuan perdamaian Camp David. Meski dilaporkan sudah dibebaskan dari penjara, namun Zuhdi belum diketahui di mana keberadaannya setelah pembebasannya.
Gencatan senjata
Bersama beberapa tokoh pemimpin al-Gama’s, Zuhdi tahun 1997 menawarkan gencatan senjata dengan pemerintah Mesir, namun langkah ini menimbulkan perpecahan antara kalangan yang setuju dan tidak setuju dalam al-Gama’a. Al-Gama’a melakukan aksi-aksi berdarah selama enam tahun pada dekade 1990-an dengan tujuan menumbangkan pemerintahan Presiden Mubarak, yang menggantikan Sadat lebih 20 tahun lalu.
Pada tahun 1997, al-Gama’a dituduh bertanggung jawab atas pembantaian 50 wisatawan asing di kota Luxor, di utara Mesir. Aksi tersebut merupakan yang terakhir kali dilakukan kelompok garis keras itu. Sebelum pembebasan Zuhdi, dalam bulan-bulan belakangan ini, media Mesir telah mempublikasi hasil wawancara dengan para pemimpin al-Gama’a, termasuk dengan Zuhdi yang menegaskan kembali tekad mereka untuk melaksanakan gencatan senjata.
Mena sebelumnya melaporkan pemerintah Mesir akan membebaskan para pemimpin garis keras yang menyesali perbuatan mereka. Pada Minggu malam, Presiden Mubarak Minggu menyampaikan rencana pemerintahannya untuk melonggarkan kehidupan politik di Mesir setelah dua dasawarsa banyak dikenai batasan. Rencana mengejutkan itu disampaikan Mubarak dalam pidatonya ketika menutup kongres partainya di Kairo.
Meski kehidupan politik akan diperlonggar, kata Mubarak, dalam kasus-kasus penting "untuk mempertahankan ketertiban umum," kekuasaan darurat akan diberlakukan kembali. UU keadaan darurat di Mesir diberlakukan pada awal 1980-an setelah peristiwa pembunuhan terhadap Presiden Anwar Sadat. Ia tewas diberondong peluru senapan mesin saat menyaksikan parade militer di Kairo tahun 1981. (Afp/ANT/Mena/Cih)